1
2
MELATI
DI TAMAN HATI
Karya
: I Made Jimat
Deposito
syukur lelaki yang bernama Ardian, tidak pernah lekang berlalu waktu. Jiwanya
yang tidak pernah abai selalu memberi ruang buat hatinya untuk mau, mampu dan
sering bersyukur akan kelahirannya di dunia ini. Terirama indah sekali dalam
denyut nadi dirinya begitu diberi bersempat diri oleh sang waktu memiliki deret
angka pemberi rezeki kehidupan.
Satu
sembilan tujuh satu, nol empat nol tujuh, satu sembilan sembilan enam, nol enam,
satu, nol nol dua. Mewarna makna deretan angka mengeja sekian huruf yang telah
Ardian alfabetkan untuk bermakna dan sarat akan kenangan. Adalah yang telah
tertabur mengenang semua sisi hasil perjuangan seorang ibu dalam
mewujudnyatakan impian seorang anak. Begitu mesra deretan angka, deretan
alfabetis yang bila ditulis panjangkan memberi suasana hati sang pemilik
kebahagiaan itu.
Adalah
Bu Yani diberikan amanat oleh “Sang Pemilik Dunia” ini melahirbesarkan sosok
anak dari rahim tercintanya. Merelakan diri sosok Bunda yang melekang waktu
tiada berbalas harap sang anak. Semua berbalut kecintaan, penuh kesetiaan
dengan warna ketulusikhlasan
yang sempurna sesempurna hatinya.
Dalam
relung sanubari Bu Yani melekat rekat jiwa pahlawan yang tiada pupus memberi
tabungan kehidupan buat anak-anaknya. Sungguh rembulan purnama penuh, sepenuh hati dalam
membesarkan buah hati kesayangannya. Tiada kata dan laku cacat dalam menjadikan
sang anak tumbuh kembang menjadi sosok yang selalu patuh pada perintah dan
larangan orang tua dan agama. Yani tua berinspirasi tiada yang bisa dilupakan
menjalani segala pelik kehidupan yang dialami dalam membesarkan anak-anaknya
sehingga tumbuh menjadi orang yang berguna bagi keluarganya tercinta. Raut Bu Yani
tidak pernah lekang dilalui masanya, selalu penuh kreativitas kehidupan dalam
memenuh asupan kehidupan keluargnya. Semua liku jalan meraup kesempatan
ditekuni demi sesuap memenuh kebutuhan kelangsungan hidup.
Ardian
lahir jadi sebagaimana harapan Bu Yani, menjadi dan telah tumbuh berselimut
hangat pengertian dan berpenuh maklum akan keberadaan keluarganya. Dia tidak
pernah meminta berlebih, selalu sedia bersyukur dengan yang ada dan yang
dinikmati. Ada saja sudah apalagi bisa yang lebih menurut ukuran keluarga
Ardian, pasti lebih bersyukur dari
biasanya. Ardian remaja tidak pernah malu melakukan apapun yang bisa
meringankan beban Bu Yani dalam menjalani beratnya kehidupan. Telah dibiasakan
mengalirkan jiwa hatinya untuk sederhana tapi terpenuh buliran hidupnya. Begitulah Bu Yani tidak pernah lelah harinya
penuh dengan yang disembunyikan di hadapan anak-anaknya. Dia menyadari betul
betapa beratnya beban hidup yang dia tanggung sudah ditinggal oleh suaminya
membesarkan anak-anaknya untuk mimpi dan suksesnya dikemudian hari. Mengharapkan
sebagaimana yang ditaruh dirinya anaknya agar sukses meraih impian, disadari
memang penuh dengan asa dan mimpi-mimpi.
Siapa yang tidak rindu buah hati
yang disayanginya meraih asa yang tertanam indah dibenak sang Bunda.
Pula
Bu Yani ditengah usianya yang sudah tidak muda lagi selalu dan selalu melawan
kerasnya kehidupan yang dia lakoni untuk menapak jalan kehidupan yang sudah tentu terasa berat bagi dirinya. Bertahun-tahun
kehidupan model itu dijalaninya dengan tabah dan sabar karena tidak ada siapa-siapa
lagi yang bisa dia jadikan sandaran untuk berpijak di bumi.
Catatan
kehidupan yang dijalani Bu Yani, 45 tahun lamanya di tengah kesendiriannya sangat
layak diapresiasi yang super luar biasa,
karena Bu Yani benar-benar menjadi perempuan dengan kesetiaan yang tiada tara.
Begitu kesetiaan yang langka yang tidak semua perempuan bisa pegang teguh
sebagai sebutan seorang ibu.
Banyak
di luaran sana para penyandang seorang ibu yang dengan teganya baru ditinggal
oleh sang suami belum beberapa bulan sudah dengan tega-teganya meninggalkan
anak dan keluarga suaminya demi yang namnya cinta. Rela melepas stutus ibu
kandung dengan berbagai alasan dan kemauan. Tidak seperti Bu Yani selalu
mendampingi dua putra dan satu putrinya, dengan segala kubangan penderitaan
yang dia jalani dan lalui.
Berjalan
mengikut harapan dengan segala keterbatasan dan kekurangan Yani tua, tidak
pernah lelah membawa bahtera keluarganya selalu semangat mendayung perahu
kehidupannya tanpa keluhan dan sesalan. Tiga orang anaknya dibesarkan dengan
kasih sayang dan kesetiaan, seakan Bu Yani, bak mentari yang tiada pernah tidak
jujur selalu bersianar tepat waktu untuk memberi sinar kekuatan kepada tanggung
jawab seorang ibu. Dia asuh anak-anaknya, dibesarkan dengan kerja keras sampai
tumbuh menjadi remaja yang bisa mandiri menjalani kehidupan ini. Lantunan hati
kesabaran seorang Yani tua harus berpeluh waktu menyabar menemukan irama merdu
memberi pelita hati sebagai sosok tanggung jawab dan rasa hormat kepada
mendiang suaminya yang telah dititipi tiga orang anak.
Era
tergerusnya modernisasi kehidupan sosok seorang bunda yang benar-benar di teladani
perempuan-perempuan lain di sekitar lingkungan dari Bu Yani. Sosok perempuan super
dan tangguh tidak pernah berhenti menyerah dengan tabah dan balutan syukur
dalam mengarungi beratnya sisi kehidupan disemua masa-masa sulit yang terlalu
ramah lekat bareng dengan dirinya.
Keteladanan
sosok Bu Yani memberi dan menjadi catatan emas yang begitu sangat lekat
berperangko hati dalam jiwa Ardian. Begitu banyak lukisan dengan goresan pena
dengan segudang asa yang telah lekat pula betabur pigur tiada tara. Ardian kini
tidak mau kehilangan kesempatan berbalas
jasa Sang Bunda ditengah usianya yang sudah sepuh, perlu
perhatian dan kasih sayang. Ardian melakukan karma kebaikan membalas merawat
Sang Bunda dengan sepenuh
hati dalam balutan ketulusikhlasan
seorang anak kepada Bundanya.
Rona
bertaburan syukur Ardian, menjadikan seisi keluarganya kini dengan balutan
penghargaan sosok perempuan yang memberi kenangan. Bunda Ardian, Bu Yani senja
bagaikan “Melati Di Taman Hati”.
PROFIL
PENULIS
I Made Jimat, S.Pd.,M.Pd. Lahir di Telaga, 7 April 1971. Alamat Tinggal Banjar Dinas Padma Kencana,
Desa Telaga, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali (Bali Utara). Tamat SPG Negeri Singaraja 1991, D-2 PGSD STKIP
Negeri Singaraja 1993, S-1 di IKIP Saraswati Tabanan 1999, S-2 di Universitas
Pendidikan Ganesha Singaraja 2010 Jurusan Manajemen Pendidikan.
Mengawali karir jadi PNS 1 Juni 1996 sebagai
guru SD di SDN 4 Tista, selama 8 tahun.
Dari hasil melanjutkan studi S-1 Bahasa dan Sastra Indonesia dan tahun 2002 misbar
menjadi guru SMP tepatnya di SMP Negeri 3 Busungbiu. Saat itu belum ada guru
TIK mengampu Mapel TIK juga 2 tahun.
Mengikuti promo Wakasek Tahun 2005-2015 dari
hasil voting terbuka dari 3 calon yang ada, mendapat suara terbanyak sehingga
menjadi wakasek. Mengikuti seleksi Gupres tingkat Kabupaten Buleleng Pada tahun
2005 dan 2006, tahun 2008 seleksi Cakep,
dan Diklat Cakep tahun 2009. Sejak tahun
2015 menjadi Kepala SMP Negeri 3 Busungbiu sampai sekarang.
Belajar menulis
buku di tahun 2020 ini, dengan blog pertamanya ( www.maji.blogspot.com ),
setelah lama pasif dari kegiatan menulis. Diawali dengan bergabung di
WAG PGRI “Belajar Menulis Gelombang 16” asuhan Bapak Wijaya Kusuma dan
sekaligus sebagai pemberi Kata Pengantar, Buku Solo Perdana “Menjadi Penulis
Hebat“. Bergabung menulis antologi asuhan Ibu Sri Sugiastuti :
-
Jejak Digital
Motivator - Kasih sayang
Guru Kunci Sukses 2
-
Pahlawan Dalam
Hidupku,
- Pujangga Patidusa Wiyata 1
-
The Fower of
Writing - Pujangga Patidusa Wiyata 2
-
Kharisma Bunda
Mulia - Titik
Balik
-
Dermaga
Hati - Gairah Menulis
Negeriku
Juara I “SARAWASTI AWARD” Kepala Sekolah Produktif tahun 2021 tingkat kabupaten yang
diselenggaraka oleh Dinas Pedidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Buleleng,
Provnsi Bali, yang diserahkan pada Puncak HUT PGRI ke-76 dan Hari Guru Nasional
( HGN ) tahun 2021 pada 25 November 2021
di SMA Negeri Bali Mandara.
Juara II Tingkat Provinsi pada Lomba Best
Praktis Bali Scout Creativity (BSC) Pembina Pramuka Penggalang dalam rangka
hari Pramuka ke-60 Tahun 2021 yang diselenggarakan oleh Gerakan Pramuka Kwarda
Bali.
Peraih Penghargaan “PARASAMYA SURATMA
NUGRAHA” sebagai pegiat literasi di
kabupaten melalui penulisan buku antologi dan aktivitas komunitas literasi dari
Komunitas Pengajar Penulis Jawa Barat pada tanggal 17 November 2021 di Hotel Ibis
Bandung.
Nama akun
facebook/telegram/WA : I Made Jimat. Telegram : made jimat.
Nomor Whatshap :
081915664185
Salam kenal
Salam literasi
Salam Pancasila
3
Ibu
dan Ritual Bulan Agustus
Oleh
Telly D
Setiap
tahun dilakukan peringatan hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang jatuh pada tanggal
17 Agustus. Bulan Agustus menjadi bulan yang sangat istimewa. Selalu dinantikan
kedatangannya oleh rakyat Indonesia.
Peringatan
hari Kemerdekaan Republik Indonesia adalah waktu rakyat Indonesia mengekspresikan
kebahagiaan menjadi bangsa yang merdeka.
Beragam
aktivitas dan lomba yang diadakan. Sekolah-sekolah memanfaatkan momentum itu
untuk menanamkan rasa cinta tanah air dan menghargai jasa para pahlawan. Rumah Saya
pun melakukan hal yang sama.
Ada
dua momentum istimewa dalam setahun di rumah. Istimewa Saya ceritakan karena
dilakukan oleh semua anggota keluarga selama sebulan penuh. Momentum Ramadhan
dengan puncaknya pada Idul Fitri dan momentum hari Kemerdekaan Republik
Indonesia yang puncaknya pada upacara 17 Agustus.
Ibu
punya ritual dan tradisi tahunan dalam bulan Agustus. Ritual ini tidak pernah
didelegasikan pada siapa pun termasuk pada ayah. Ibu memimpin sendiri ritualnya
bahkan menyiapkan biaya yang tidak sedikit untuk kegiatan ini.
Ritual
bulan Agustus diawali dengan mempersiapkan rumah. Saya tidak tahu apa
hubungannya sehingga rumah dan pagar rumah harus dicat. Ibu memanggil orang
yang dipercaya dapat melakukan hal ini. Kami wajib ikut ambil peran membantu.
‘’Mengapa
rumah dan pagar halaman harus dicat?’’ tanya Saya pada ibu,
‘’Rumah
dipersiapkan melakukan hajatan besar, hajatan bangsa,’’ kata ibu dengan penuh
semangat.
Sebelumnya
Saya hanya mengenal hajatan penganten, sunatan, khatam alquran, dan sebagainya,
ternyata ada hajatan bangsa. Peringatan ulang tahun Republik Indonesia, ibu
memahami sebagai hajatan bangsa.
Jika rumah dan pagar sudah dicat maka halaman
dibuat seirama. Pohon-pohon di halaman dipangkas dirapikan dahannya, selokan
diperbaiki, tanaman ditata kembali bahkan kadang ibu sengaja membeli pot-pot
baru untuk mengganti pot yang lama. Momentum ini juga dimanfaatkan ibu
sekaligus membenahi lingkungan rumah.
Waktu
itu, kami berdiam di kompleks perumahan
pegawai atau rumah dinas di kabupaten. Rumah dengan bangunan kopel. Satu kopel
untuk dua keluarga. Terdapat 3 kopel
dalam jejeran itu, sehingga ada 6 keluarga.
Aktivitas
kami sekeluarga terlihat menarik. Tetangga ikut melakukan hal yang sama. Jadi beramai-ramai,
saling memberi semangat. Tidak heran jika hasilnya 6 rumah dinas yang sejajar
memiliki dandanan yang sama. Saya bangga menemukan ibu menjadi pelopor dalam
lingkungan. Setelah rumah, pagar, dan halaman
rapi, barulah dilakukan pemasangan umbul-umbul. Umbul-umbul merah putih.
Warna merah dan warna putih adalah pilihan warna yang dominan untuk agustusan.
Waktu
itu belum ada umbul-umbul dan bendera merah putih dijual yang sudah dijahit. Ibu
mengupayakan sendiri, membeli kain dan menjahit seperti keinginannya.
Saya
pandai membuat bendera kecil dari kertas minyak warna merah dan warna putih.
Saya menggunting kertas itu menjadi segi empat kecil dan menempelkan sisi yang
jadi tengahnya dengan lem tepung tapioka yang dimasak sampai mengental.
Saya
melakukan itu dengan mendendangkan lagu bendera merah putih dan berkibarlah
benderaku seperti keinginan ibu. Kemudian bendera kecil itu Saya tempel di ujung
lidi daun kelapa atau Saya pasang berjejer dalam roncean benang godam. Saya
boleh memasangnya memanjang di sepanjang pagar halaman depan rumah.
Bangga
sekali melihat bendera kecil hasil buatan Saya itu bergerak-gerak melambai
mengikuti tiupan angin. Jika sudah begini Saya akan bernyanyi dengan senang
hati.
‘’Siapa
berani menurunkan engkau serentak rakyatmu membela, sang merah putih yang
perwira berkibarlah selama-lamanya.’’
Kami
bekerja beramai-ramai. Kami berbagi pekerjaan, ada yang memasang umbul-umbul,
ada yang mengecat batu-batu halaman yang telah ditata rapi, dan ada yang
memanjat pohon untuk dirapikan. Tidak dibenarkan ada yang berpangku tangan.
Terakhir
dibuatkan gapura depan pintu masuk dan dipasangi tulisan ‘’Dirgahayu
Republik Indonesia’’ dari kertas krepe merah putih.
Pada
waktu itu di desa belum mengenal lampu berwarna warni yang dapat digunakan menerangi
halaman rumah. Ibu sangat kreatif, memasang obor di titik yang strategis
menerangi halaman rumah, sehingga keindahan umbul-umbul tetap dapat dinikmati
di malam hari.
Obor
dibuat dari potongan bambu kecil, yang menyisakan satu sisi ruas bawahnya.
Tengahnya yang kosong diisi minyak tanah dan ujung ruas yang lain disumpal dengan kain tua yang
berfungsi sebagai sumbu, sehingga bisa dinyalakan.
Satu
bulan aktivitas cinta tanah air ini dilakukan.
Setiap pagi dan sore secara bergiliran Saya bersaudara berlatih
menaikkan dan menurunkan bendera merah putih di halaman. Di depan rumah, tepat
di tengah halaman ada tiang bendera yang ayah buat khusus untuk keperluan ini.
Kami mengerek bendera naik dan menurunkan dengan berbaris formal dan memberi
hormat.
Ibu
dan ayah menguasai baris berbaris. Mereka berdua yang melatih Saya untuk menaikkan dan menurunkan bendera
dengan benar. Ibu sangat teliti memperhatikan hal ini.
‘’Bendera
adalah simbol negara. Ada aturan bagaimana melipat, menyimpan, menaikkan, dan menurunkan.’’
‘’Tidak
boleh diperlakukan seenaknya.’’
‘’Malu
jadi anak bangsa jika hal yang dasar begini tidak diketahui.‘’
Itu
ucapan-ucapan ibu menyemangati. Karena semua dilakukan bersama dengan bersenang-senang, Saya mau
saja melakoninya.
Ayah
dan ibu mencontohkan meneriakkan
‘’Merdeka!’’ setiap masuk dan keluar rumah, dengan tangan terkepal ke atas.
Saya suka menjawabnya dengan teriakan dan gerak yang sama, bahkan Saya suka
menambah dengan kalimat “sekali merdeka tetap merdeka.’’
Dalam
bulan Agustus, setiap malam ibu membacakan atau bercerita tentang sejarah
kemerdekaan, tokoh-tokoh bangsa, sambil menyisipkan pesan moral cinta tanah air,
bahwa kami harus mencintai negeri ini.
‘’Mengetahui
perjuangan merebut kemerdekaan ini akan membuatmu tahu menghargai dan menjaga
kemerdekaan ini.”
‘’Banyak
wujud sikap cinta tanah air. Melakukan upacara bendera dengan
penuh khidmat, menghormati guru dan teman-teman, menggunakan bahasa Indonesia, belajar dengan baik, mematuhi praturan sekolah, siap berkorban
untuk kepentingan sekolah, hafal bunyi Pancasila dan bahkan Pembukaan UUD 1945.’’
“Menjaga fasilitas umum, menjaga kebersihan dan
kelestarian lingkungan ini juga bukti nyata cinta pada tanah air,” kata ibu dengan
semangat.
Ibu
juga mengatakan, ’’mengetahui kehebatan para tokoh yang berunding melalui meja
perundingan akan membuat Saya memahami bahwa perjuangan tidak hanya dicapai
dengan cara-cara fisik. Ada cara lain yang dapat dilakukan untuk menjadi
pahlawan. Tidak kalah terhormat dan
menarik.’’
Ibu
pengagum Bung Karno yang fanatik. buku-buku tentang Soekarno lengkap berjejer pada
rak buku di kamar. Mulai dari Sarinah sampai Bung karno penyambung lidah rakyat.
Sebulan
penuh ibu mendukung dan mendorong Saya dan saudara yang lain untuk terlibat
ambil peran pada kegiatan dan lomba-lomba yang diadakan di sekolah, atau di kabupaten.
Ibu
mencontohkan berdendang dengan lagu nasional selama bulan Agustus. Menghayati dan menghafal setiap lagu nasional, menurut ibu mampu menumbuhkan sifat nasionalisme.
Sambil memasak mendendangkan
lagu padamu negeri, menyiram bunga dengan lagu tanah airku. Saya
jadi ikut-ikutan selalu meyambung lagu nasional itu. Lagu yang paling heroik
menurut Saya adalah tujuh belas Agustus tahun 45 dan maju tak gentar.
Puncaknya ada
pada upacara 17 Agustus, ibu selalu sibuk memastikan di mana kami ikut upacara.
Pada
awalnya, Saya suka melihat ibu aneh dengan semangat nasionalnya. Menurut Saya
ibu berlebihan bahkan terkesan arogan dalam hal ini.
‘’Semua
orang merayakan hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia, tapi tidak seperti ibu.
Orang biasa saja, kata Saya pada ayah, membandingkan kondisi rumah kami dengan
tetangga yang lain.
‘’Orang
yang hidup dan merasakan penderitaan sebelum kemerdekaan akan berbeda dengan
orang-orang tidak merasakan langsung,’’ ayah mencoba untuk memberi penjelasan.
‘’Ibu
itu pejuang pergerakan kebangsaan Wanita” bisik ayah dengan jelas.
‘’Rumah
kita yang di kota Parepare adalah rumah yang dihadiahkan oleh pemerintah
Indonesia kepada ibu karena prestasi memimpin perjuangan Wanita,‘’ kata ayah
dengan bangga. Saya jadi bisa memahami mengapa sikap ibu seperti itu.
Setelah
Saya dewasa dan berkeluarga, ibu sudah memasuki masa purna. Tradisi
mempersiapkan bendera dan umbul-umbul, meneriakkan pekik merdeka, menyanyikan
lagu-lagu nasional tetap dia lakukan dengan tekun. Termasuk mengikuti upacara
pengibaran dan penurunan bendera di istana negara melalui televisi.
Ada
hal yang unik, selalu ingin umbul-umbul yang baru. Ibu selalu keberatan
menggunakan umbul-umbul tahun kemarin sekalipun kondisinya masih bagus.
Pada
tahun sebelum ibu meninggal, ibu masih bersikeras tidak setuju dengan
umbul-umbul yang sudah dibelikan karena model tidak sesuai yang ibu inginkan.
Saudara
Saya mencoba memberi penjelasan tidak mengurangi nilainya jika modelnya lain.
Ibu tetap ingin model umbul-umbul yang berbentuk kipas setengah lingkaran yang
ada pita besar di tengahnya, keinginan yang sangat kuat.
Saya
suka kagum dengan cara ibu mencintai negeri ini dengan selalu memberi yang
terbaik. Urusan umbul-umbul bisa membuat masalah besar dan memicu ibu ngambek.
Membutuhkan
biaya yang tidak sedikit karena waktu itu, Ibu telah mempunyai tiga rumah
induk. Syukur ada saudara yang menyiapkan dana dan bersedia mengikuti keinginan
ibu.
Setelah
ibu meninggal, tradisi ini pun masih diteruskan oleh ayah. Rumah kami tetap
disemarakkan dengan umbul umbul. Pekik merdeka tetap kami pekikkan, menyanyikan
lagu nasional juga tetap kami lakukan namun sudah dengan kondisi yang lain, zaman
sudah berubah.
Bulan
Agustus tahun ini, bulan kepergian ibu. Saya selalu mengenang ritual Agustus
itu. Betapa sakralnya ibu memperlakukan bulan kemerdekaan.
Betapa
kuatnya upaya yang dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran cinta tanah air pada
anak-anaknya. Tidak ada museum yang Saya kunjungi, tidak ada konten-konten
berbau budaya dan sejarah di gadget kami.
Namun
cara yang ibu pilih untuk berkenalan dengan sejarah dan kebudayaan Indonesia
adalah cara belajar mencintai sejarah dan budaya Indonesia yang efektif.
Berdampak positif karena ditanamkan sejak
dini, jadi fondasi untuk Saya dalam
pemahaman mengenai cinta Tanah Air. Hal ini yang menggerakkan kesadaran Saya untuk mau
melakukan hal positif bagi bangsa Indonesia.
“Kalau sudah cinta, tentu akan menjaga dan tidak
akan merusak,’’ kata Ibu masih terngiang di telinga Saya.
Merdeka !!!
Makassar 17 Agustus 2021
4
IBUKU, PEJUANG PENDIDIKAN ANAK YANG TANGGUH DI
LINGKUNGAN KELUARGA
Oleh: Drs. Dg. Mapata,M.M
Bagiku
sosok ibuku sebagai pejuang pendidikan anak yang tangguh, dalam menyekolahkan anak, merupakan tokoh patriotis dan
inspiratif yang sejati tanpa mengenal panas dan dingin yang sehari-hari
mengembangkan berjualan barang yang siap pakai dan sebagian lain kain yang
dibutuhkan oleh konsumen dengan keuntungan yang diperoleh tidak banyak.namun
berkah yang diperoleh hasil jualan barang ini yang akhirnya membawa perubahan
kehidupan pemikiran setiap anak di lingkungan keluarga.
Ibuku, bernama Andi Bau yang
tidak mengenal huruf latin,namun mampu membaca Alquran dan hadits Rasululah
serta kisah-kisah yang menarik perhatian kepada pembeli sebagai konsumen,
sehingga lambat laun akan tertarik membeli barang jualan yang dicicil selama 10
bulan. Namun, ada sebagian kecil konsumen (pembeli) langsung mengontan
(membayar lunas) dan berusaha mengambil barang lain yang dapat dicicil selama
10 bulan.
Salah satu modal yang diandalkan ibuku sebagai penjualan barang
dagangan dengan cara keliling rumah ke rumah setiap pejabat dan pegawai negeri
sipili, khususnya untuk menawarkan secara langsung barang yang diperjualbelikan
kepada konsumen yang sebelumnya sudah diketahui watak kejujuran dan mampu
menjaga amanaj sebagai umat Islam yang sadar akan adanya siksaan di alam
akhirat kelak.
Modal kerja keras yang dibarengi kejujuran dan mengandalkan
kekuatan ingatan di dalam kesucian hati setelah dikontrol otak, maka ibuku
tanpa mencatat utang yang ada pada konsumen dan hanya ingatan yang diutamakan
untukmenguji kejujuran setiap konsumen yang menjadi pelanggan barang cicilan
tersebut.
Ibuku, tidak pernah mengenya
pendidikan dasar karena adat setempat (di Bira) yang diwariskan dari nenek
moyangku secara turun temurun untuk menyekolahkan setiap anak perempuan karena
mengingat lebih fitnah di lingkungan keluarga.
Namun, pendidikan agama yang
begitu matang pengetahuan dan keterampilan di dalam mengungkapkan kembali
petuah yang pernah disampaikannya, bertujuan para pembeli sebagai konsumen akan
tertarik untuk memiliki barang, yang dilakukan denga cara cicilan 10 bulan
setiap tahun.
Perjuangan ibuku, untuk
menyekolahkan semua anaknya, sekiranya ada di antara para ibu yang memiliki
semangat juang tidak mengenal lelah dan teriknya sinar matahari, terutama dalam
upaya mengentaskan kemiskinan di lingkungan keluarga. Ibuku, Andi Bau berpikir dan memikirkan serta
mendapatkan dari masukan keluarga besar Bontotiro, khususnyaAndi Muhammad Amiin
dan H. Djaenuddin, B.A.
Dari kedua ini merupakan mantan camat Bontobahari, yang berusaha
membuka pemikiran ibuku, sehingga terjadi perubahan untuk menyekolahkan anak.
Aku, teringat betul dengan adanya perkataan dari kedua keluargaku, ketika
menjadi camat, seringkali memberikan nasihat, bahwa “tabe disekolahkan
anak-anak, supaya bisa menjadi pegawai negeri sipil”, Alhamdulillah Mogana
Abbas kakakku yang pertama di lingkaran keluargaku menjadi pegawai kehutanan
sebagai petugas lapangan penghijauan pada kantor wlayah pertanian dan tanaman
pangan provinsi Sulawesi Selatan, ketika itu yang menduduki kepala bagian
kepegawaian Ir. Arman Mallolongan
Terangkatnya, pegawai kehutanan Mogana Abbas kakakku merupakan
perjuangan disik dan psikis (jiwa) ibuku yang memiliki semangat dengan
mengandalkan jalan kaki dengan jarak tempuh kurang 24 km pulang pergi. Ketika
itu, Andi Muhammad Amin, memberikan
sinyal dan memberikan nota keluarga yang dibuat beliau dan ditujukan kepada
menantu keponakan Ir.Arman Mallolongan.
Beliau berkata engkau bermalam di rumah ini, Andi Bau, kata karaeng Amin sapaan
Andi Muhammad Amin akrab mantan camat Bontobahari ini. Ibuku, bersedia dengan
jaminan diberikan nota keluarga. Sebaliknya, karaeng Amin ingin diceriterakan kisah perjuangan
Rasulullah Saw dan ibuku menyanggpi
untuk mencriterakan dengan ciri khas yang dikemas dalam bahasa daerah setempat.
Keesokan hari, ibuku ingin berpamitan dengan karaeng Amin dan
langsung memberikan nota keluarga, dan beliau menyampaikan bahwa nota keluarga
ini jangan diberikan siapa-siapa, kalau bukan tangan kanannya Ir. Arman
Mallolongan. Begitu gambaran penuturan karaeng Amin kepada ibuku yang gigih
berjuang untuk menyekolahkan dan mewujudkan impian anaknya menjadi pegawai
negeri sipil dengan modal lulusan SMA Negeri 198 Bulukumba.
Setelah itu, ibuku kemudian terbuka pikiran
menyekolahkan semua anak yang masih
membutuhkan biaya pendidikan yang rendah, namun berat ibuku untuk membiayai
pendidikan anak seluruhnya.
Alhasil ketika aku bertanya kepada ibuku, “aku mau sekolah di SMA,
lalu ibuku menjawab spontan di mana uang mengambil uang biaya pendidikan, nak”.
Jawab, ibuku yang was-was untuk melanjutkan pendidikanku pada sekolah menengah
atas. Ketika itu, mantan camat
Bontobahari 1982, Djaenuddin, B.A memberikan sinyal bahwa keluarga karaeng Tiro
Andi Abdul Karim Dg. Mamangka yang membutuhkan anak sekolah, untuk ditumpangi rumahnya di Bulukumba,
rumahnya Andi Baso Syam Daud, sepupu dua kali Jenderal TNI AD Muhammad
Jusuf, mantan menghankam pngab masa orde baru. Ketika itu, didaftarkan di SMAN
198 Bulukumba dan dinyatakan lulus, tanpa aku melihat dan memerhatikan bukti
kelulusanku. Tak lama kemudian pejabat teras ini dipindahtugaskan ke Makassar
dan kembali kantor Skarda N bapak H. Andi Baso Syam Daud dan istrinya Andi
Aisyah Andi Abdul Karim Dg.Mamangka. Kemudian beliau mengatakan kepadaku,
bagaimana kamu apakah mau berangkat ke Makassar sekolah, langsung menjawab Iya
puang.
Dengan begitu aku menjawab dengan nada kasihan, dan sangat
membutuhkan perhatian terhadap kelangsungan pendidikan sekolah menengah atas di
kota Makassar, dan ternyata menjadi masalah perpindahanku dari Bulukumba, namun
pejabat ini tidak pernah kehabisan akal dengan tetap mencari jalan yang
ditempuh supaya aku masuk sekolah, Alhamdulillah, jumat 25 Oktober 1982
diterima di SMA Negeri 8 Makassar dengan menumpangi mobil sedang milik bupati
Bone (1982-1987) bapak Letkol TNI Andi Syamsul Alam dan diterima di ruang
kepala sekolah dengan memerlihatkan kota pejabat yang sakti itu, sehingga aku
berjalan mulus sekolah pada hari itu juga.
Kemudian perjuangan ibu, Andi Bau menyekolahkanku hingga perguruan
tinggi negeri IKIP/UNM, yang mulai sejak 1985 dengan menunjukkan sikap dan
perilaku ikhlas mengeluarkan biaya pendidikan kuliah tanpa ada rasa mencurigai
dan berusaha meyakinkan bahwa perilaku anakku positif dan manfaat, untuk
menunjang kegiatan perkuliahan selama kuranglebih 4 tahun dengan menempuh 9
semester. Aku merupakan anak yang
memiliki kegemaran membaca, sehingga apabia mendengarkan tentang suatu buku
sejarah yang belum dimiliki, maka berusaha untuk memiliki buku itu.
Misalnya, ketika 1986, aku duduk pada
semester kedua aku berbincang dengan ibuku,
dengan sapaan akrab di lingkungan keluargaku, Mbak, aku mau membeli buku
sejarah nasiona Indonesia yang disusun Marwati Djonenoed Poseponegoro dan
Nugroho Notosuasanto yang terdiri atas 6 jilid dengan harga ketika 1986 yang
masih kuingat betul Rp. 63.000 (enam
puluh tiga ribu rupiah).
Padahal uang yang dibawa ke Makassar ibuku, bukan pembeli buku,
sebenarnya ingin dibelikan seprei untuk diperjualbelikan ddi Tanahberu
kecamatan Bontobahari kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan. Namun, ibuku
memahami maksud dan tujuan yang ingin dipenuhi dari anaknya, dan langsung
meresponnya dengan memberikan sejumlah uang itu. Lalu segera pergi membeli pada
sore hari di toko buku Pedoman Ilmu Makassar dengan memeihatkan ibuku, buku
sejarah nasional Indonesia yang sangat dibutuhkan untuk menunjang perkuliahan
sejarah Indonesia Kuno, sejarah
Indonesia Madya dan sejarah Indonesia Baru.
Pada semster kedua, aku dipercayakan dosen penanggungjawab mata
kuliah untuk memberikan bantuan dalam pendampingan keilmuan dan sambil
memeriksaa tugas-tugas individu dan kelompk mahasiswa jurusan pendidikan
sejarah. Di kalangan keluarga dan
masyarakat di kampung halamanku menilai jurusan sejarah yang menjadikan aku
kuliah yang ketika itu aku dicemoh dan dipandang jurusan itu kurang dibutuhkan.
Setelah itu, aku dinyatakan sarjana pendidikan sejarah dengan Doktorandus (Drs)
yang paling di lingkungan keluargaku di Bira, 28 Desember 1989 dan diwisud 5
Januari 1990.
Namun, menjadi guru 1 Februari 1998 dengan tugas pertama di SMP
Negeri 2 Herolange-lange Kabupaten Bulukumba, dan 21 Oktober 2008
dipindahtugaskan di SMP Negeri 9 Bulukumba sebagai gru IPS. Di samping itu, juga aku dituhaskan
menjadi pembmbing untuk persiapan dalam menghadapi pada ajang oimpiade sains
IPS tingkat kabupaten Bulukumba dan tingkat Provinsi Sulawesi Selatan. Selain
itu, juga aku melakukan kegiatan pada pembimbingan KIR (Karya Ilmah Remaja) selepas
melaksanakan pembelajaran pada pagi hari hingga siang hari.. Sekalipun, dengan banyak
cemohan bagiku, dan tidak akan terpengaruh dari pihak yang menginginkan kegagalan dalam perkuliahan. Ternyata setelah beberapa
tahun melaksanakan pembelajaran, jurusan inilah yang membawa angin segar untuk dapat
dipercaya sebagai narasumber pemkab Bulukumba untuk menyajikan materi sejarah
dan kebudayaan kabupaten Bulukumba sejak 2008 hingga sekarang.
Aku yang kedua menjadi guru, karena lebih dulu adikku Murgaba
diangkat menjadi guru matematika sejak 1992 pada SMPN 4 Bulukumba. Setelah itu,
aku ditetapkan menjadi guru 1998 pada SMPN 2 Herolange-lange kabupaten
Bulukumba. Sementara itu, adikku Andi Tanning yang baru menyelesaikan sarjana
pendidikan Fisika dari Fakulltas MIPA Universitas Negeri Makassar 2002, Setelah
itu, Andi Tanning yang diangkat menjadi guru mata pelajaran IPA Fisika pada SMP Negeri 32 Bulukumba.
Akhirnya, cerpen yang berjudul “Ibuku sosok pejuang tangguh
pendidikan anak di lingkungan keluarga dari lingkungan keluarga”, yang tentunya
sangat diharapkan dapat menginspirasi di kalangan ibu-ibu lain seantero
Indonesia.-
-SELESAI-
PROFIL PENULIS

Dilahirkan
di Bira, 31 Desember 1966. Sosok penulis ini, mengembangkan buku literasi sejak
2014.- 2021 dengan menerbitkan 60 judul penulis tunggal. Ada 4 buku penulis
dwitunggal. Dan, bahan ajar kuliah Bahasa Indonesia (Tata Bahasa dan Komunikasi
Ilmiah) penulis tritunggal.
Sejak dari tahun 2019 dan 2020 lolos Adi Acarya
Award 30 nominator Gerakan Menulis Buku Indonesia diselenggarakan Balai Bahasa
Jawa Tengah. Kini terbit 2 lagi Adi Acarya Award gerakan menulis buku Indonesia di antaranya 1)
Menjadi Guru Inspiratif dan 2) Menjadi Guru Hebat. Selain itu, penulis berhasil mengembangkan
buku antologi yang meliputi 1) Pandemi Melejitkan Literasi, 2) Tiada Senja
Untuk Guru, 3) Guru Mengabdi Untuk Negeri, 4)
Dermaga Hati, 5) Belajar dari Teman Sejawat dan Murid, 6) Takdir, 7)
Harapan Tertunda, 8) Kopi Kehidupan, 9)
Yang Terindah, 10) Selaksa Renjana, 11) Stand By Me, .12) Pendar Kerinduan, 13) Pelangi Rindu Ramadan di Masa Pandemi,
14) Kisah-kisah Kasih Sayang, 15) Belajar Sambil Bermain, 16) Saat Kenaikan
Kelas, 17) Tantangan Pendidikan Abad ke-21,
18) Butir-butir Rindu, 19) Cerita Jelang Wisuda, 20) Nostalgia Lebaran
Maaa Kecil, 21) Hikmah di Balik Kegagalan, 22)
Rona Pelangi Buah Hati, 23)
Ikhlas Berkurban di Era Pandemi 24) Aku dan Tetangga, 25
Love Stories Antologi Kisah Kasih Sejoli Menjemput Cinta, 26)
Pembelajaran Berbasis Riset, 27) Di Titik Kesabaran, 28) Kiat Kata Perjalanan
Hidup, 29) Selamatkan Bumi Khatulistiwa, 30) Guru Inspirasiku, 31) Wisata dalam Kenangan, 32) Peran Keluarga di Masa Pandemi, 33)
Penantian, 34) Dunia Ice Cream, 35) Keluarga Harmoni, 36) Wisata Dalam
Kenangan, 37) Persembahan Cinta Untuk
Guru, 38) Bangga Jadi Orang Indonesia, 39) Sinergi Guru dan Siswa Mewujudkan
Prestasi, 40) Kisah Inspiratif Wiyata
Amarta, 41) Peran Keluarga di Masa
Pandemi, 42) Melati di Taman Hati
Antologi Kenangan Hati Bersama Bunda, 43)
Untaian Kasih Untuk Bunda, 44) Lentera Ilmu di SOAF Bunga Rampai Sekolah
Online ABCo for Teacher, 45) Memoar Peringatan Maulid Nabi, dan sebagainya.-
Kontak person HP/WA 081355589819 dan E-mail.drsdgmapata@gmail.com.
5
Untaian Kenangan Bersama Bundaku
Oleh : Rr. Rusdiana Kadaryanti, S.Pd., M.Pd
Bunda. Satu kata lima huruf ini mampu membuat
semua yang gaduh menjadi teduh. Ketika bunda kita sudah tiada, mengingat akan hal
itu membuat hati kita luluh … dan luruh. Tak terkecuali aku. Bahkan ketika aku
mengetik bagian ini, air mataku jatuh membasahi pipiku yang tidak lagi
sekencang dulu waktu masih muda belia.
Kenangan bersama bundaku terpatri amat dalam
di setiap relung hatiku. Meskipun aku bukan anak mama, namun sebagai anak sulumg,
aku menjadi limpahan kasih sayang bunda. Aku enam bersaudara. Limpahan kasih
sayang bunda membuat perasaan iri dari lima adik-adikku. Kenangan-kenangan
Bersama bunda membuatku meneteskan air mata saat mengingat apa yang bundaku
lakukan untukku, seperti :
1.
Tetap menggendongku walau terpeleset dan jatuh di teras sumur .
Di belakang rumahku, di
Kulon Progo, pada waktu tempo dulu orang-orang di daerah tempat tinggalku mayoritas masih menggunakan sumur timba
(bahasa jawa : kerekkan). Yang namanya pompa air lebih terkenalnya dengan nama
“Sanyo” di desa tempat tinggalku itu
yakni di Kokap, Kulon Progo belum banyak yang memilikinya. Hanya orang-orang
tertentu saja yang sudah punya alat tersebut. Hari itu seperti biasa saat pagi
hari, bunda selalu menggendongku, agar tubuhku terpapar sinar mentari pagi.
Vitamin D bukan hanya terbentuk dari ikan, susu dan makanan lain, namun
membutuhkan sinar matahari di dalam proses pembentukannya. “Biar kulitnya tidak
kuning,” begitu alasan orang zaman Old.

Gambar :
bunda menggendong anaknya dengan penuh kasih sayang
“Saat menggendongmu, aku tidak sadar bahwa kakiku sudah di
ujung batas teras sumur sehingga terjatuh. Anehnya, aku jatuh dalam posisi
berdiri dan masih menggendongmu,” Kata bunda dengan senyum manisnya. Kecelakaan
yang bisa saja membuatnya terluka ternyata justru menjadi memori yang indah di
benaknya karena sedang menggendong anak sulungnya.
2.
Menyuapi buah Mangga yang sedang dimakannya.
Kesukaan/buah favorit bundaku adalah buah Mangga. Bundaku
setiap pergi ke pasar selain membeli kebutuhan-kebutuhan untuk keluarga, selalu
saja ada buah Mangga di keranjang belanjaannya itu. Bunda yang sebagai ibu
rumah tangga sangat mengedepankan kepentingan keluarga walaupun di desaku kala
itu bunda termasuk tokoh di organisasi seperti Dasa Wisma dan PKK (Pendidikan
Kesejahteraan Keluarga) di desaku. Suatu hari yang sangat panas cuacanya bunda mengelupas
buah Mangga yang ranum. Setelah dikupas, tiba-tiba bunda menyodorkan irisan
buah Mangga kepadaku.
“Nyoh, … Emm …”
Isyarat dari bundaku.
Buah Mangga kupasan
yang ranum sudah ada di dekat mulutku, dan langsung kusantap. Bunda kelihatan
sangat puas, dan tersenyum manis.

Gambar : Buah Mangga yang ranum.
Begitulah, serpihan ingatan masa laluku membuatku terharu. Ketika bunda
memegang buah Mangga dan mengupasnya, selanjutnya bunda menyuapiku dengan tulus
ikhlas.
3. Pelukan hangat bunda
saat aku sakit.
Setiap kali aku batuk-batuk atau menunjukkan gejala sakit
seperti flu, bundaku spontan memelukku dan memberiku kehangatan. Kadang aku
terbangun oleh ungkapan kasih sayang bunda, kadang tetap pulas. Bundaku menjadi
orang pertama yang bangun di pagi hari dan orang terakhir yang memejamkan mata
di malam hari. Satu kebiasaan baik yang belum tentu dilakukan oleh bunda-bunda zaman
now yang punya satu atau lebih asisten rumah tangga.
Bundaku tidak lagi memikirkan dirinya sendiri bahwa dalam
kondisi tubuh yang lelah karena membesarkan kami berenam, dia gampang tertular.
Peristiwa ini mengingatkanku akan seorang bunda yang dilarang dokter mendekati
anaknya yang terkena penyakit menular. Namun, saat anaknya minta dipeluk, tanpa
ragu dia memeluk dan mencium anak kesayangannya itu. Akibatnya fatal. Dia
meninggal tidak lama setelah anak kesayangannya dipanggil Tuhan. Bunda selalu
menempatkan kepentingan anaknya di atas kepentingannya sendiri.
4.
Bunda memberiku uang dan perhiasan meskipun aku sudah bekerja.

Gambar :
Seorang anak menerima uang saku dari bundanya.
“Hati-hati di jalan, … jangan ngebut
ya …” ucapan itulah yang sering aku dengar ketika aku pulang ke rumah, entah
untuk mudik lebaran atau liburan yang lain. Setiap kali aku pulang ke rumah dan
mau kembali ke tempat kerjaku, bundaku masih saja memaksaku menerima sejumlah
uang. Meskipun jumlahnya tidak besar, namun sebesar apa pun, kita anak tetap
anak di mata bunda. Uang saku dari bunda tak lekang dimakan waktu. Ketika bunda
berkunjung/silaturahim ke rumahku bunda memberikan perhiasan kepadaku karena
melihat situasi dan kondisi rumah tanggaku waktu itu tidak menentu.
Gambar : keluarga besar bundaku

Gambar : Bundaku
Kenangan-kenangan itulah
yang membuatku masih meneteskan air mata saat mengingat apa yang bundaku lakukan
untukku. Kini
bundaku sudah pulang lebih dulu di usia 64 tahun karena sakit. Aku masih sempat
memeluk bundaku sesaat sebelum Allah Swt memanggilnya pulang. Semoga bundaku
telah bahagia di sana, mendapatkan tempat yang baik di sisi-Nya. Aamiin ya rabbal ‘Aalamiin.
BIODATA PENULIS
Rr. Rusdiana
Kadaryanti, S.Pd., M.Pd, lahir
di Yogyakarta. Di kota
ini ia menamatkan Pendidikan formalnya hingga
DII PGSD. Ia melanjutkan Pendidikan Pasca Sarjana di IKIP yang sekarang
menjadi Universitas Pendidikan Indonesia ( UPI ) dan akhirnya memperoleh
gelar Magister Pendidikan ( M.Pd ) pada
tahun 2007. Selain jadi penulis, ia juga berprofesi sebagai guru di SD Negeri 1
Wangon, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah dan mendapat tugas tambahan sebagai
Kepala Sekolah. Buku-buku yang pernah ditulis, antara lain : “Terwujudnya Mutu
Pendidikan di Sekolah Dasar”, “Buah-buahan Langka dan Manfaatnya”, “Pesona
Wisata Kota Gilar-gilar Banjarnegara”, “Puisi Perjuangan” (Antologi), Novel
berjudul “Pintu Taqdir,” Dongeng Anak berjudul “Misteri Kakek Tua”, Cerita Anak
berjudul “Si Bei”, Dongeng Anak berjudul “Misteri Rumah Tua”, Artikel
Pendidikan (Antologi), “Geliat Pantun” (Antologi Kuartet), “Merajut Kata
Selaksa Makna” (Antologi-dalam proses), “Guruku Idolaku” (Antologi), Antologi
Pantun Guru Indonesia (dalam proses),
“Ibuku” ( Antologi – dalam proses ), “Geliat Pantun”, “Pembelajaran Masa
Pandemi ( dalam proses ), “Untuk Bunda” (Antologi-dalam proses), ”Inspirasi
Terbitkan Buku” (Antologi-dalam proses), “Antologi Kombis” (antologi-dalam
proses), “Jadilah Netizen yang Baik” (Antologi-dalam proses), ”Surat Cinta
untuk Pak Jokowi” (Antologi-dalam proses), “Kenangan Terindah Bersama Ayah,”
(Antologi-dalam proses), “Derap Langkah Terbitkan Buku” ( Antologi-dalam
proses), “2021 Tahun Penuh Kisah, 2022 Siap Mengukir Asa” (Antologi-dalam
proses), “Gemilang Prestasiku”, “Netizen
yang Baik, Netizen yang Ok …”, “Optimalisasi Literasi Perpustakaan
Sekolah”,”Fiksi Bath 5.” (Antologi-dalam proses), “Ojek Kampungku”, “History
Seorang Guru SD”, “Program Unggulan Sekolahku.” (Antologi-dalam proses), “Kakek
Sakti Penghuni Rumah Tua.”, “Pantun Bersuka Ria”, (Antologi-dalam proses).
Pembaca
dapat komunikasi, Via HP / WA
0896-7131-7592 atau E-mail : rusdianaky@gmail.com
6
Kenangan Indah Bersama Bunda
Aku seorang gadis bernama Tyas panggilan
kesukaanku, hidup bersama dalam keluarga besar dengan enam bersaudara. Anak
kelima dari enam bersaudara yang terdiri dari satu saudara laki-laki dan 5
saudara perempuan termasuk aku.
Keluargaku hidup dalam kesederhanaan,
kebersamaan dalam setiap kegiatan di rumah sangat menyenangkan. Ibuku sosok
wanita yang menjadi panutanku, beliau mempunyai karakter yang keras, penuh
disiplin dalam menerapkan kebiasaan dalam keluarga.
Ketika aku masih duduk di bangku sekolah
dasar seperti biasa aku, Anik adikku, Kak Uci kakakku setelah salat magrib
harus sudah di meja belajar, ibu selalu mendampingi kami belajar, pantaslah
beliau seperti itu karena ibuku juga yang mengajar kami di sekolah. Beliau akan
merasa malu bila anaknya sendiri tidak bisa mengikuti pembelajaran dengan baik.
Ibu Wening nama panggilannya, yang
terkenal kedisiplinannya dalam mendidik siswa siswinya di sekolah. Saat aku
masih kecil aku belajar masih mengikuti kegiatan yang belum semodern seperti
sekaran ini, anak-anak bila kesulitan belajar bisa mencari sendiri bahan
belajar di mbah google. Saya dan teman-teman didesaku walaupun dalam kekurangan
alat komunikasi tapi masih bisa menonton televisi bersama orang sekampung di
rumah salah satu tetangga yang termasuk orang kaya yang memiliki televisi
walaupun hitam putih gambar yang muncul. Tapi kami sangat senang karena ada
hiburan atau tontonan yang bisa kami lihat di malam hari setelah kami belajar.
Kak Uci,
saya, dan adik Anik sudah terbiasa pula diberi tanggung jawab pekerjaan
masing-masing. Keluargaku tinggal di sebuah kampung jauh dari kota. Aku
mendapatkan tugas membersihkan kandang ayam di pagi hari dan sore hari
menyiapkan lampu templek untuk malam hari, pukul 4 sore lampu harus sudah
dibersihkan kaca semprongnya, saat aku masih duduk di sekolah dasar di desaku
masih belum ada listrik. Kakakku mendapat tugas menyapu halaman luar keliling
rumah, sedangkan Anik adikku karena masih kecil mendapat tugas membantu ibu di
dapur memasak persiapan sarapan pagi Anikpun membantu semampunya. Ibuk sangat
bersyukur putri-putrinya bisa dididik, diberi tanggung jawab yang besar menurut
ukuran siswa sekolah dasar. Ibu pernah mengatakan kepada seluruh putra dan
putrinya dan kata – kata itupun menjadi peganganku dalam mendidik kedua putri dan putaku. Beliau
mengatakan bahwa “ Ibu tidak bisa memberi bekal harta pada kalian semua tapi,
ibu harus membekali kalian dengan ilmu”. Dengan ucapan tersebut ibuku berjuang
semampunya untuk membekali dengan menyekolahkan putra dan putri-putrinya untuk
mengenyam pendidikan sarjana, kelak akan menjadi bekal dalam hidup dan
kehidupannya.
Tahun 1983 aku duduk dibangku SMEA kelas satu, tiga
tahun berjalan. Tahun demi tahun kujalani. Tiga tahun berjalan sudah kujalani
aku mengambil jurusan tata usaha, kutekuni betul jurusan itu ketrampilan
mengetik harus dikuasai oleh siswa jurusan tata usaha. Semua siswa jurusan tata
usaha wajib memiliki sertifikat ketrampilan mengetik, aku bisa mengikuti ujian
mengetik dengan predikat baik, dua kali aku mengikuti ujian tingkat satu dan
tingkat dua, lulus keduanya dengan predikat baik. Perjuanganku sekolah bukan
hal yang ringan, mengapa kukatakan demikian ? ibuk saat itu hanya guru sekolah
dasan dengan gaji pas-pasan, beliau harus menyekolahkan waktu itu ketiga
putrinya dibanku SMEA secara berurutan, kak Ucik dan aku duduk di kelas 2,
sedangkan adikku duduk di kelas 1 betapa beban itu sangat berat untuk ibuku,
karena bapakku hanya seorang buruh tani yang tidak punya lahan sendiri, sehingga
ibukulah yang menanggung biaya pendidikan kami. Aku tak pantas mengeluh dengan
keadaan ekonomi keluargaku, tapi aku berjanji dalam hatiku, aku harus bisa
menunjukkan pada ibuku bahwa aku ingin menjadi kebanggaan orang tuaku. Ditahun
1986 aku lulus dengan predikat ranking dua jurusan tata usaha. Alhamdulillah
perjuanganku dalam belajar tidak sia-sia.
Setelah lulus dari SMEA aku bingung
untuk melangkah melihat ekonomi keluargaku. Ingin melanjutkan kasian ibuku,
berjalan satu tahun aku memanfaatkan waktuku dengan mengikuti kursus menjahit,
mimpiku biar nanti bisa meringankan beban ibuk. Kursusku berhenti ditengah
jalan karena ada tetanggaku yang bekerja di luar kota menawarkan untuk ikut
bekerja di tempatnya. Aku tertarik dengan tawarannya dan tepat di tahun baru
aku ikut berangkat temanku untuk bekerja. Dan aku diluar kota ternyata aku
melamar di toko sepatu diterima sebagai karyawan di situ. Dua tahun berjalan
aku bekerja, yah ! karena anak muda kalau menerima gaji hanya habis untuk main-
main dan beli-beli kebutuhan pribadi. Akhirnya ibuku mengambil keputusan, bahwa
aku harus melanjutkan sekolah lagi agar kelak bisa menjadi bekal hidupku
seperti yang pernah disampaikan pada anak-anaknya.
Alhamdulillah aku bisa mununjukkan pada
ibuku, kutempuh pendidikan S1 tepat
waktu 4 tahun persis. Setelah lulus dari S1 aku mengabdi di sebuah
lembaga SMPN selama 11 tahun lamanya. Allah tidak pernah tidak mengabulkan
permohonan hambanya yang selalu meminta dan meminta, di akhir tahun kesebelas
aku lolos menjadi ASN tempat aku mengabdi hingga sekarang. Terbuktilah kata –
kata ibuku bekal ilmuku amat sangat bermanfaat untk bekal hidupku dan
keluargaku.
Kini aku sangat merasakan apa yang
pernah dirasakan ibuku dulu. Aku sangat bangga dengan ibuku, didikannya
membuatku menjadi orang yang kuat mental, batin dalam ujian, kuat fisik. Teman
– temanku sering menyebutku dengan kata Wonder women.
By : Dra. Tutik Jayaningtyas
SMPN 1 Beji Kabupaten Pasuruan
BIODATA PENULIS
Nama :
Dra. Tutik Jayaningtyas
Agama :
Islam
Alamat :
1. Rumah : Desa Legok Rt. 06/Rw.02
Kec. Gempol – Kab. Pasuruan
2. Lembaga : SMPN 1 Beji
Jalan Wicaksana No. 22 A Gununggangsir
Kec. Beji – Kab. Pasuruan
Jabatan di lembaga : Guru pengajar mata
pelajaran Bahasa
Indonesia sejak tahun 1994 sampai sekarang.
Motto pribadi :
“Bila orang lain bisa Aku juga harus
bisa”
Motto
dalam bekerja “ Bekerja dengan hati ikhlas dan ikhlas maka allah akan
memberkahi hasil kerja kita.
7
KENANGAN INDAH BERSAMA BUNDA
Penulis : Dra. Metrin Evivi, M.Pd
SMP NEGERI 41 Jakarta
Bunda walaupun jasadmu telah masuk ke bumi, kenangan indah bersamamu selama
hidupku tak akan pernah terlupakan dan jasamu tidak bisa dibalas dengan apapun.
Kasihmu sepanjang jalan, ridhomu merupakan ridho Ilahi Robbi. Syurga ada di
bawah telapak kakimu Bunda. Rabbighfir lī, wa li wālidayya, warham humā
kamā rabbayānī shaghīrā. Artinya: "Tuhanku, ampunilah dosaku dan
(dosa) kedua orang tuaku. Sayangilah keduanya sebagaimana
keduanya menyayangiku di waktu aku kecil." Semoga Allah menempatkan Bunda di tempat yang paling
mulia dan kelak masuk syurgaNya Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Aamiin Ya Robbal
‘Aalamiin.
Sejak kecil pada waktu sekolah Taman Kanak-kanak semangat belajar saya bisa
dikatakan tinggi. Di kantor kecamatan di desa saya ada radio RKPT namun saya
lupa kepanjangannya. Setiap Jumat pagi anak-anak TK boleh mengisi acara dengan
bernyanyi bersama dan bersajak. Jika sudah ada acara ini, pastinya saya yang
akan berdiri paling depan menghadap mikropon. Ayah Bunda saya mendengarkan dari
rumah. Setelah pulang ke rumah, Bunda pasti akan mengacungkan jempol dan akan
berkata “hebat sekali”, atau “bagus sekali’ atau “hanya suara kamu saja yang
terdengar di radio”. Saya senang dan hati ini berbunga-bunga. Terima kasih Bunda
atas pujian ini.
Waktu saya sekolah di SD Negeri, Bunda rajin mendampingi saya belajar di
malam hari. Saya bisa mengerjakan tugas sendiri namun dengan didampingi Bunda
saya lebih semangat. Pulang dari sekolah formal di SD Negeri pada pukul 12,
saya melanjutkan ke sekolah Madrasah Ibtidaiyah dengan memakai baju kurung.
Jilbabnya dililit ke leher dan menutupi kepala. Yang memasang jilbab lilit
pastilah Bunda saya karena beliau lulusan sekolah guru agama di Padang Panjang
Sumatera Barat. Pulang dari madrasah pada pukul 16.00. Menjelang maghrib saya
ke mesjid karena akan mengaji dengan guru ngaji sampai selesai sholat isya.
Saya selalu menjadi juara pertama di kelas dari kelas satu sampai kelas
enam. Satu tahun bagi rapor sebanyak 3 kali karena sistemnya kuartalan artinya
4 bulan sekali. Setiap 4 bulan sekali saya ikut ke Jakarta menemani Ayah
belanja barang yang akan dijual di toko kami. Saya diajak berlibur sekalian
hadiah prestasi sekolah. Bunda selalu memberi semangat. Ayah pasti akan
membelikan buku-buku soal tanya jawab materi semua mata pelajaran. Di rumah
pasti Bunda yang memeriksa buku yang dibeli. Buku tersebut saya baca, setelah
itu buku dipegang Bunda dan Bunda akan menanyakan soal-soal yang sudah saya
baca. Aktifitas tanya jawab yang tidak akan pernah terlupakan sampai saat ini.
Terima kasih Bunda telah memberikan kenangan yang manis dalam hidup saya.
Setiap hari Minggu sebelum subuh saya sudah bangun dan pergi ke mesjid
karena ada kegiatan mengaji, baca sajak, pidato, jadi pembawa acara dan
lain-lain bersama teman-teman mengaji. Bunda yang membangunkan saya dan
menunggui sampai saya pergi ke mesjid yang tidak jauh dari rumah. Saya
menghampiri guru ngaji ditemani BUnda dan pergi ke mesjid bersama guru ngaji.
Bersyukur ada Bunda yang rutin membangunkan. Bunda rajin sholat tahajut dan
selalu bangun di sepertiga malam.
Saya melanjutkan sekolah ke SMP Negeri di desa. Kelas satu masuk siang
hari. Saya memakai tas merek Echolac yang dijual di toko kami, tas ini seperti
koper kecil ada pegangan tangan untuk menenteng tas. Di kelas satu SMP saya
juara umum lagi. Hadiah dari Ayah Bunda tentulah jalan-jalan ke Jakarta. Saya
diajak ke pembukaan Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Fair, Taman Ria
Senayan, dan Pasar Pagi Mangga Dua. Saya memilih baju, sandal, dan sepatu
dengan hak yang rata. Sepatu baru saya pakai ke sekolah. Guru-guru saya
tertarik dan akan ke toko kami membeli sepatu.
Ketika SMA, saya memilih sekolah ke kota ibukota provinsi Lampung. Saya
memilih sekolah SMA Negeri favorit se Bandar Lampung. Alhamdulillah diterima.
Saya tinggal di asrama khusus perempuan yang berbayar untuk anak-anak perempuan
yang sekolah di SMP, SMA, dan SMK di Tanjung Karang dan Teluk Betung. Dua kota
terbesar di Bandar Lampung. Sebelum berangkat ke asrama, Bunda sibuk
mempersiapkan baju, makanan, segala peralatan yang diperlukan untuk di asrama.
Setiap liburan semesteran saya pulang ke rumah. Di rumah segala makanan
kesenangan saya dimasak Bunda dan selalu ditanyakan akan dimasakkan apa. Bunda
memperlakukan saya agak istimewa tapi saudara-saudara saya memakluminya.
Tamat SMA saya melanjutkan kuliah ke Universitas Lampung. Hal yang sama dilakukan
Bunda ketika saya akan berangkat ke tempat kos. Bunda menyiapkan makanan,
kue-kue, makanan camilan, baju dan lain-lain. Ketika liburan semester saya
pulang ke rumah. Bunda pasti memasak gulai ikan ditambahkan kentang dan melinjo
berkulit hijau kesukaan saya. Begitu seterusnya sampai saya lulus kuliah
menjadi sarjana.
Saya memberitahu Bunda akan menikah, Bunda sangat senang dan paling sibuk
mempersiapkan segala sesuatu untuk acara pernikahan sampai resepsi. Saya yang
bekerja di Jakarta hanya menyebutkan tanggal pernikahan kepada Bunda karena Ayah
sudah meninggal dunia ketika saya kuliah semester ke-2. Saya tidak bisa
mempersiapkan segala sesuatu di desa. Alhamdulillah semua bisa teratasi oleh Bunda
dan kakak-kakak saya.
Saya sangat ingat ketika saya akan melahirkan anak pertama, dua minggu
sebelum melahirkan Bunda datang ke rumah di Bekasi dari desa tempat tinggal Bunda.
Anak saya lahir di rumah sakit swasta di Bekasi. Bunda rajin membesuk dan
setelah tiga hari saya pulang membawa bayi dan dijemput suami dan Bunda. Bayi
saya digendong Bunda di dalam mobil.
Di rumah, Bunda mengurus bayi saya. Memandikan, memberi minyak telon,
mengurus tali pusar bayi, memasang gurita, memasang kaos kaki dan kaos tangan, dan
memasang bedong bayi. Bayi tidur setelah dimandikan. Pagi sore Bunda memandikan
bayi. Tak lupa Bunda memasak sayur daun katuk plus jagung muda untuk saya.
Menurut Bunda agar air susu ibu lebih banyak.
Bunda betah di rumah saya, setelah 3 bulan lamanya mama mengurus bayi, Bunda
pulang ke desa karena sudah rindu kampung halamannya. Saya sangat berterima
kasih kepada Bunda yang telah mengurus bayi saya. Kalau tidak ada Bunda betapa
repotnya saya mengurus bayi baru pertama kali walaupun di rumah ada asisten
rumah tangga. ART hanya untuk memasak, ngepel, dan mencuci tidak untuk mengurus
bayi.
Profil Penulis :

Penulis bernama Dra. Metrin Evivi, M.Pd, lahir di Pesisir
Barat Krui Lampung, 13 Februari 1968. Saat ini menjadi Kepala SMPN 41 Jakarta
dan menjadi Sekolah Penggerak. Penulis tinggal di Jati Asih, Kota Bekasi. Alamat
email evivi50@gmail.com.
Prestasi yang pernah diraih Pemenang I Guru Berprestasi
Tingkat Kota Jakarta Selatan tahun 2015. Pemenang I Kepala SMP Berprestasi
Tingkat Wilayah II Kota Administrasi
Jakarta Selatan tahun 2019. Pemenang I Kepala SMP Berprestasi Tingkat
Provinsi DKI Jakarta tahun 2020. Penulis
soal Ujian Nasional di Pusat Penilaian Pendidikan Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan RI. Penulis soal Numerasi Asesmen Nasional di Pusat Asesmen
Pendidikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Lulus cum laude Pasca
Sarjana jurusan Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta tahun 2014.
Mendapatkan short course di Victoria University Melbourne, Australia
dari Kemdikbud RI tahun 2010. Instruktur Nasional Kurikulum 2013. Juri Nasional
LOMOJARI Kemdikbud RI tahun 2014 - 2015
Buku yang pernah ditulis : Buku Antologi Syiar Pantun ber
ISBN penerbit Kamila Press tahun 2021. Buku antologi Gerakan Literasi Digital
Menuju Indonesia Emas, buku antologi Aku dan Anakku, buku antologi Aku dan
Sahabatku, buku antologi Aku dan Sahabatku, dan buku antologi Kenangan Indah
Bersama Bunda. Semua tahun 2022 ber ISBN penerbit Kamila Press. Penulis buku
Smart UN pada penerbit Erlangga tahun 2018 – 2020. Penulis CD Smart UN pada
penerbit Erlangga tahun 2018 – 2019.
Riwayat Organisasi : Pengurus MGMP Matematika SMP DKI
Jakarta periode 2021 – 2024. Wakil Sekretaris Umum PGRI DKI Jakarta periode
2019 – 2023. Anggota pengurus Lembaga Kajian Kebijakan Pendidikan PGRI DKI
Jakarta periode 2021-2024. Ketua PGRI Kecamatan Setiabudi periode 2016 – 2020.
Ketua MGMP Matematika SMP JS2 periode 2016 – 2019.
Silahkan mampir di blog saya ruangselancarmetrin.blogspot.com. FB Metrin Evivi.
8
SEPENGGAL
KISAH BERSAMA MAMA
Aku memanggilnya mama. Mamaku
bernama Karwi. Nama yang singkat dan sederhana seperti orangnya. Lahir di Kota
Cilacap, tanggal 6 April 1960 di sebuah desa dekat pantai. Mamaku seorang
wanita tangguh, si sulung dari tiga bersaudara. Semua saudaranya laki-laki, ia
tak pernah mengenyam pendidikan tinggi. Hanya sampai sekolah menengah pertama. Pada
saat itu, seorang perempuan bisa sekolah sampai SMP sudah anugerah yang luar
biasa karena jarang seorang perempuan sekolah tinggi. Ada ucapan, "Buat
apa sekolah tinggi, nanti akhirnya juga ngurusi dapur, sumur dan kasur",
begitu kata orang-orang. Sedangkan adik-adiknya karena laki-laki bisa sekolah
lebih tinggi, bahkan sampai Perguruan Tinggi.
Kakek meninggal pada saat aku
berumur 7 tahun. Saat itu paman-pamanku sedang menempuh pendidikan SMEA dan
Pendidikan Akademi, jadi mamaku yang berjibaku, berjuang sekuat tenaga
menyekolahkan adik-adiknya sampai selesai. Bahkan ketika pamanku menikah, mama
masih memberikan bantuannya, sangat peduli bertanggung jawab terhadap
adik-adiknya. Meski kami kelima anaknya yang masih kecil juga banyak
membutuhkan biaya.
Mama memiliki 5 anak perempuan. Anak
pertama adalah aku, Feny Susanti S.Pd. Anak kedua Novia Ristiyani S.Pd., ketiga
adalah Dina Ratna Sari, SE., yang keempat Diyah Riyanti S.P., dan yang terakhir
Nanik Setiyani S.Pd. Alhamdulillah,semua anaknya bisa bergelar sarjana meskipun
mama dan bapak hanya sekolah sampai SMP. Mama dan bapak dulu sering bercerita
bahwa mereka tidak bisa sekolah tinggi karena tidak ada biaya, kalaupun ada
juga ditentang oleh kakek dan nenek.
Untuk menghidupi kelima anaknya,
bapak bekerja sebagai satpam di sebuah PT. Gajinya sangat kecil, tidak cukup
untuk biaya hidup sehari-hari. Oleh karena itu, mama berwirausaha menjual nasi
rames di depan rumah. Kebetulan depan rumah ada dua garasi truk muatan aspal
dan semen. Banyak sopir dan kondektur yang makan dan minum di warung mama.
Karena aku sulung dari empat
bersaudara, sejak kecil aku dididik untuk membantu di warung. Bangun pagi dari
subuh harus mulai memotong sayuran, mencuci piring, membuat adonan gorengan
mendoan, bakwan dan pisang goreng. Karena harus sekolah, pekerjaan yang tidak
selesai, dilanjutkan mama sendirian sambil menggendong adik. Memang banyak
makanan yang dijajakan. Tapi tak jarang kami makan nasi garam demi berhemat. Adik-adik
yang masih kecil, tak jarang pula butuh perhatian yang membuatku harus ikut merawatnya.
Jarak kelahiran kami, antara satu
dengan lainnya adalah 4 tahun. Jadi, ketika SMP aku punya adik lagi. Karena
malu dan tidak ingin punya adik banyak, sampai berhari-hari tidak mau melihat
atau menyentuhnya. Tapi mama dengan sabar selalu menasihatiku. " Punya
adik itu adalah rejeki dari Allah. Kalau kamu punya saudara banyak, maka
semakin banyak berkah di keluarga kita " kata mama. Dan akhirnya sedikit
demi sedikit mulai tumbuh rasa sayang kepada adik dan tidak mengacuhkannya
lagi.
Masa kecilku mungkin bisa dibilang
tidak bahagia. Masa bermainku diisi dengan membantu mama di warung. Sehabis
pulang sekolah, makan siang lalu membantu ibu melayani pembeli berjualan nasi
rames. Terkadang jika adik rewel, akulah yang harus menjaga warung. Di waktu
senggang kuisi dengan membaca buku atau mengerjakan PR sekolah. Sorakkan, teriakan,
tawa kebahagiaan teman-teman yang sedang bermain kasti sangat menggoda untuk
bergabung. Teman- teman juga sering mengajakku bermain. Dalam hati, ingin
rasanya ikut bermain, tapi "Siapa lagi yang harus menunggu warung ini
?" batinku.
Mama pun tahu kalau aku sangat ingin
bermain. Lalu ia membolehkan bermain tapi dengan syarat adik-adikku diajak
juga. Kadang hati dongkol, boleh main tapi dengan syarat. Daripada tidak
bermain, akhirnya kuiyakan saja syarat dari mama. Saat itu adik- adik masih
balita, waktu bermainku pun jadi tidak leluasa. Terkadang karena asyiknya
bermain, tak jarang membuatku lupa dengan adikku. Adik pulang sendirian yang
akhirnya membuat mama marah, tak jarang telingaku menjadi merah karena jeweran
mama. Tapi semua memang karena kesalahanku sendiri.
Selain menjadi satpan di sebuah PT,
bapak juga punya kolam ikan gurameh dan lele. Dari hasil kolam itulah yang bisa
menambah biaya sekolah. Tahun 1997, bapak harus operasi batu ginjal dan
membutuhkan biaya banyak. Hasil kolam, uang tabungan mama, perhiasan emas
gelang, kalung pun habis untuk biaya operasi bapak. Sedangkan aku ingin sekali
melanjutkan sekolah ke Perguruan Tinggi. Aku menangis setiap hari memohon untuk
bisa sekolah, tapi dalam hati juga tahu orang tuaku tidak punya biaya. Rasa
sedih dilema antara keinginan menggapai cita-cita dan realita.
Bapak dan mama adalah orang tua yang
sangat baik. Mereka tahu rasanya ingin sekolah tapi tidak tercapai. Sama dengan
perasaan mereka dahulu ketika mereka ingin sekolah. Akhirnya motor bapak dijual
untuk mendaftar di sebuah Perguruan Tinggi. Alhamdulillah saat itu, aku
mendapat beasiswa yang meringankan biaya kuliah. Kuambil D3 Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan. Karena prestasiku, bapak dan mama memperbolehkan untuk
melanjutkan S1. Begitu juga dengan adik-adik, akhirnya adik nomer satu dan dua
bisa ikut kuliah juga. Meski di Perguruan Tinggi Swasta semua, tak menyurutkan
mereka untuk menyekolahkan anak-anaknya.
Tapi takdir berkata lain, tahun
2005, bapak sudah keluar masuk rumah sakit karena komplikasi penyakitnya. Mama
bolak balik Jogja-Cilacap untuk mengantarkan bapak berobat ke Rumah Sakit Sarjito.
Biaya pengobatan, sekolah dan kebutuhan sehari-hari pastilah sangat banyak.
Sawah yang memberikan hasil padinya untuk dimakan, harus direlakan dijual demi
biaya berobat dan sekolah. Mama tidak pernah mengeluh atau mengendurkan
semangat kami untuk menyelesaikan sekolah. Kadang kami sendiri yang tidak tega,
sampai ingin Drop Out. Tapi mama
selalu memberi dorongan agar terus maju jangan berhenti. Bapak pun sampai
memperbolehkan menjual tanah atau kolamnya demi pendidikan anaknya.
Bapak akhirnya meninggal dunia di
tahun 2006, kesedihan mama dan kelima anaknya ditinggalkan menghadap Yang Maha
Kuasa. Allah lebih mencintai bapak melebihi kami. Mungkin itu yang terbaik dari
Allah setelah sekian lama bapak berjuang dengan sakit gagal ginjal. Setelah kepergian bapak, mama fokus mencari nafkah
untuk membiayai kuliah adik-adikku. Saat itu aku sudah bekerja menjadi seorang
guru honorer di sekolah swasta, sedikit bisa meringankan beban mama.
Sampai akhirnya adik yang terakhir
bisa lulus dari Perguruan Tinggi. Rasa bahagia yang terpancar dari wajah mama.
Senang yang tak terhingga akhirnya bisa menuntaskan kelima anaknya menjadi
sarjana. Mama memilih untuk setia kepada almarhum bapak. Mama menutup hati
untuk laki-laki yang ingin meminangnya. Ia ingin menjadi pasangan bapak di
dunia maupun di akhirat. Membaktikan diri untuk fokus dengan keluarga yang
akhirnya mengesampingkan kebahagiaan diri mama sendiri.
Setelah aku menikah dan menjadi ibu,
banyak sekali pengalaman masa kecil yang bisa dipakai. Mengapa mama begitu
disiplin, mengapa mama mengajariku bekerja keras, semuanya akhirnya membuahkan
hasil. Bisa mewujudkan impian dari hasil jerih payah sendiri. Kata-kata mama
ketika kelahiran adikku juga memang benar. Ketika punya saudara banyak, saling
rukun, peduli dan saling menyayangi adalah anugerah dari Allah.
Mama menyembunyikan kesedihan bahkan
penyakitnya dari kami. Mama selalu menunjukkan senyum dan jarang mengeluh
ketika sakit. Padahal dokter seringkali menasihati untuk kontrol rutin atau
dirawat di Rumah sakit. Tapi ia sering menolak karena tidak ingin merepotkan atau
membuat kami khawatir. Sampai akhirnya, ketika mama tidak kuat, barulah ia mau
untuk dirawat di Rumah Sakit. Mama menyusul bapak di tahun 2020, diusianya yang
ke 60. Mama meninggal ketika semua anak-anaknya sudah lulus kuliah dan menjadi
sarjana, meninggalkan kami ketika anak-anaknya sudah memiliki pasangan hidup
dan bisa hidup mandiri.
Banyak tetangga yang terinspirasi
dengan perjuangan dan kehebatan mama mendidik kelima putrinya. Pendidikan yang
dipandang tidak penting, sekarang menjadi sangat penting. Lulusan sarjana
perempuan yang dulunya langka, sekarang menjadi bertambah jumlahnya. Padahal
sebelumnya, anak perempuan hanya lulus SMP atau SMK selanjutnya menjadi buruh
pabrik di luar kota atau menjadi TKW di luar negeri. Kini, mulai bertambah banyak
yang menyekolahkan anak putrinya hingga Perguruan Tinggi. Tidak ada lagi ucapan
perempuan hanya mengurusi, dapur, sumur, dan kasur. Pola pikir masyarakat
sekarang sudah berubah, terutama ketika kami menjadi contoh kesuksesan
pentingnya pendidikan meski seorang perempuan.
Mama telah melihat dan merasakan
jerih payah anak-anaknya, meski itu tidak berlangsung lama. Ingin rasanya kami
berlama-lama membahagiakan mama. Bercerita, tertawa, bercanda bersama anak dan
cucu. Sekarang mama sudah bertemu dan damai bersama bapak di sisi Allah. Hanya
lantunan doa dari kami, anak-anakmu yang tidak akan putus setiap harinya untuk kalian. Al Fatihah ...
رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِيْ
صَغِيْرَا
Rabbighfir lī, wa li wālidayya, warham humā kamā
rabbayānī shaghīrā.
Ya Tuhanku, ampunilah dosaku dan (dosa) kedua orang tuaku.
Sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangiku di waktu aku kecil.

Feny Susanti, S.Pd, lahir di Cilacap,
pada tanggal 29 November 1980. Menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN
Mertasinga V tahun 1992. Melanjutkan pendidikan di SMPN II Kesugihan tahun
1995. Selanjutnya menempuh pendidikan di SMAN II Cilacap dan selesai tahun
1998. Penulis menyelesaikan pendidikan D3 dan S1 pada program Pendidikan Keguruan
dan Ilmu Pendidikan di Universitas Ahmad Dahlan tahun 2006. Menjalani karir
sebagai guru kelas di SD Muhammadiyah Karangkajen 1 dari tahun 2001 - 2018, kemudian
menjadi guru kelas di SD Muhammadiyah 1 Wonopeti dari 2018 hingga sekarang. Memiliki hobi
berkebun dan menulis. Buku antologi yang pernah ditulis : Catatan Perjuangan (2021), Melati di Taman Hati (2021).
Penulis bisa dihubungi melalui :
Email :
susantifeny@gmail.com
FB :
Feny Susanti
Blog :
susantifeny.blogspot.com
Wa :
087722209663