Kamis, 17 Februari 2022

 

TERORIS

Oleh: Surti Alfiah

“Sugeng Enjang Ibu!” (Selamat pagi Ibu), sapa pak Salim dengan senyuman tersungging di bibirnya, badan agak dibungkukkan  dan tangan merangkap di depan dada. “Sugeng enjang ugi pak Salim” (Selamat pagi juga pak Salim), balasku. “Bagaimana kabar pak Salim dan keluarga hari ini?” lanjutku. “Alhamdulillah, kulo, lare-lare soho simah kulo sami sehat bu” (Alhamdulillah saya, anak-anak, dan isteri saya sehat-sehat saja bu), jawab pak Salim. Demikian obrolan rutin setiap pagi di depan pintu gerbang sekolah antara aku dengan pak Salim.

Pak Salim, lelaki berusia 40an tahun adalah penjaga dan sekaligus pramubakti di sekolahanku, SD Budi Luhur, sebuah sekolah swasta yang sangat terkenal di wilayah ini. Sudah 15an tahun pak Salim mengabdi, jauh lebih lama daripada aku yang baru 3 tahunan diangkat menjadi kepala sekolah di sini  menggantikan pak Joko. Pak Salim orangnya sederhana, rajin, santun, suka menolong orang lain, dan ramah kepada siapapun. Wajar kalau para siswa sangat dekat dengan dia. Tak segan-segan setiap kali habis menerima honor, pak Salim memborong jajanan dan membagikannya kepada siswa yang datang ke sekolah lebih awal. Tentu saja anak-anak bersorak gembira. Mereka akan berceritera kepada teman lainnya, sehingga esok harinya berlomba-lomba anak-anak datang lebih pagi untuk memperoleh jajanan dari pak Salim.

Pagi ini hari Senin aku datang ke sekolah lebih awal dari biasanya, sekitar jam 06.00 WIB. Pintu gerbang masih dalam keadaan terkunci atau digembok. Kubuka tas dan mencari kunci cadangan. Segera kubuka pintu gerbang dan memarkirkan sepeda motor. Kuedarkan pandangan ke seluruh area sekolah, tidak seperti biasanya, halaman sekolah nampak kotor, banyak sampah berserakan. Pak Salim yang biasanya selalu menyapaku di depan pintu gerbang dengan wajah riang dan senyuman selalu tersungging di bibirnya, tidak Nampak batang hidungnya. Pintu ruangan  kelas semua masih terkunci, belum satupun yang dibuka. Padahal anak-anak dan bapak ibu guru sudah mulai ramai berdatangan. Pak Pras, guru olahraga yang baru saja datang Nampak tergopoh-gopoh mendatangiku. “Assalamu’alaikum Ibu, Ibu sudah mendengar kabar belum?” katanya. “wa’alaikumsalam, kabar tentang apa pak Pras?” jawabku sambil membalas salamnya dan balik bertanya. “Tadi malam rumah pak Salim digerebek Densus 88 Bu, pak Salim ditangkap dan dibawa entah ke mana. Kata orang-orang saat digerebek diketemukan beberapa anak panah dengan gandewanya, sabit, golok, dan parang” jawab pak Pras yang seketika membuatku tertegun..

Gunungkidul, 18 Februari 2022

 

SAKIT HATINYA LELAKI

Oleh: Surti Alfiah

“Aku tidak mempercayai omongan para tetangga tentang isteriku mas Gik. Mereka hanya pada iri pada isteriku, sudah cantik PNS pula”, kata mas Yadi padaku saat kami sedang piket di pos ronda. “Ada asap tentu ada apinya to mas?” jawabku. “Mana mungkin isteriku selingkuh, dia seorang PNS, mesti sudah tahu resikonya kalau sampai ketahuan!” ujar mas Yadi dengan nada bicara yang mulai naik. “Tidak ada salahnya mas Yadi mencari kebenaran desas desus yang makin gencar belakangan ini” balasku. “Begitu ya mas?” “Kalau aku mendapati isteriku selingkuh, aku buat dia dengan selingkuhannya itu jera” gumam mas Yadi. Aku diam, tak menyahut.

Esok paginya sekitar jam 6 an aku melihat mas Yadi berseragam keki naik sepeda onthel untuk berangkat kerja seperti biasanya. Isterinya, mbak Lasmi pun kulihat mulai naik sepeda motor untuk berangkat menuju sekolahannya. Tidak ada sesuatu yang janggal dari pasangan itu. Mbak Lasmi mencium punggung tangan mas Yadi sebelum mereka berangkat kerja seperti hari-hari biasanya.

Sekitar jam 9 an kulihat sepeda motor mbak Yani memasuki pekarangannya. Dan tak berapa lama seorang laki-laki muda datang dan langsung masuk ke rumah itu. Aku mengacuhkannya, dan melanjutkan aktifitasku memancing di sungai dekat rumahku. Aku terlonjak kaget saat kudengar jeritan minta tolong dari arah rumah mas Yadi. Kulihat api berkobar dan asap hitam membubung tinggi. Saat aku berniat lari ke sana, mas Yadi berlari kencang ke arahku sambil menjinjing jerigen lumayan besar dan tercium bau bensin. Wajahnya merah padam dan nafasnya terengah-engah. ”Mas Gik, aku kunci dalam kamar 2 bayi besar itu, biar mereka merasakan nikmatnya akibat menusukku dari belakang”, ujarnya sambil melemparkan jerigen ke sungai yang langsung hanyut terbawa arus. Aku mematung, melihat ke arah rumah mas Yadi yang sudah tak berbentuk lagi. Tak terdengar lagi jeritan minta tolong….

 

Gunungkidul, 14 Februari 2022

 

Rabu, 05 Januari 2022

MEMOAR KIBB 2

 

1

 

 

2

 

MELATI DI TAMAN HATI

Karya : I Made Jimat

 

Deposito syukur lelaki yang bernama Ardian, tidak pernah lekang berlalu waktu. Jiwanya yang tidak pernah abai selalu memberi ruang buat hatinya untuk mau, mampu dan sering bersyukur akan kelahirannya di dunia ini. Terirama indah sekali dalam denyut nadi dirinya begitu diberi bersempat diri oleh sang waktu memiliki deret angka pemberi rezeki kehidupan.

Satu sembilan tujuh satu, nol empat nol tujuh, satu sembilan sembilan enam, nol enam, satu, nol nol dua. Mewarna makna deretan angka mengeja sekian huruf yang telah Ardian alfabetkan untuk bermakna dan sarat akan kenangan. Adalah yang telah tertabur mengenang semua sisi hasil perjuangan seorang ibu dalam mewujudnyatakan impian seorang anak. Begitu mesra deretan angka, deretan alfabetis yang bila ditulis panjangkan memberi suasana hati sang pemilik kebahagiaan itu.

Adalah Bu Yani diberikan amanat oleh “Sang Pemilik Dunia” ini melahirbesarkan sosok anak dari rahim tercintanya. Merelakan diri sosok Bunda yang melekang waktu tiada berbalas harap sang anak. Semua berbalut kecintaan, penuh kesetiaan dengan warna ketulusikhlasan yang sempurna sesempurna hatinya.

Dalam relung sanubari Bu Yani melekat rekat jiwa pahlawan yang tiada pupus memberi tabungan kehidupan buat anak-anaknya. Sungguh rembulan purnama penuh, sepenuh hati dalam membesarkan buah hati kesayangannya. Tiada kata dan laku cacat dalam menjadikan sang anak tumbuh kembang menjadi sosok yang selalu patuh pada perintah dan larangan orang tua dan agama. Yani tua berinspirasi tiada yang bisa dilupakan menjalani segala pelik kehidupan yang dialami dalam membesarkan anak-anaknya sehingga tumbuh menjadi orang yang berguna bagi keluarganya tercinta. Raut Bu Yani tidak pernah lekang dilalui masanya, selalu penuh kreativitas kehidupan dalam memenuh asupan kehidupan keluargnya. Semua liku jalan meraup kesempatan ditekuni demi sesuap memenuh kebutuhan kelangsungan hidup.

Ardian lahir jadi sebagaimana harapan Bu Yani, menjadi dan telah tumbuh berselimut hangat pengertian dan berpenuh maklum akan keberadaan keluarganya. Dia tidak pernah meminta berlebih, selalu sedia bersyukur dengan yang ada dan yang dinikmati. Ada saja sudah apalagi bisa yang lebih menurut ukuran keluarga Ardian, pasti lebih bersyukur  dari biasanya. Ardian remaja tidak pernah malu melakukan apapun yang bisa meringankan beban Bu Yani dalam menjalani beratnya kehidupan. Telah dibiasakan mengalirkan jiwa hatinya untuk sederhana tapi terpenuh buliran hidupnya.  Begitulah Bu Yani tidak pernah lelah harinya penuh dengan yang disembunyikan di hadapan anak-anaknya. Dia menyadari betul betapa beratnya beban hidup yang dia tanggung sudah ditinggal oleh suaminya membesarkan anak-anaknya untuk mimpi dan suksesnya dikemudian hari. Mengharapkan sebagaimana yang ditaruh dirinya anaknya agar sukses meraih impian, disadari memang penuh dengan asa dan mimpi-mimpi.  Siapa yang  tidak rindu buah hati yang disayanginya meraih asa yang tertanam indah dibenak sang Bunda.  

Pula Bu Yani ditengah usianya yang sudah tidak muda lagi selalu dan selalu melawan kerasnya kehidupan yang dia lakoni untuk menapak jalan kehidupan yang sudah  tentu terasa berat bagi dirinya. Bertahun-tahun kehidupan model itu dijalaninya dengan tabah dan sabar karena tidak ada siapa-siapa lagi yang bisa dia jadikan sandaran untuk berpijak di bumi.

Catatan kehidupan yang dijalani Bu Yani, 45  tahun lamanya di tengah kesendiriannya sangat layak diapresiasi yang  super luar biasa, karena Bu Yani benar-benar menjadi perempuan dengan kesetiaan yang tiada tara. Begitu kesetiaan yang langka yang tidak semua perempuan bisa pegang teguh sebagai sebutan seorang ibu.

Banyak di luaran sana para penyandang seorang ibu yang dengan teganya baru ditinggal oleh sang suami belum beberapa bulan sudah dengan tega-teganya meninggalkan anak dan keluarga suaminya demi yang namnya cinta. Rela melepas stutus ibu kandung dengan berbagai alasan dan kemauan. Tidak seperti Bu Yani selalu mendampingi dua putra dan satu putrinya, dengan segala kubangan penderitaan yang dia jalani dan lalui.

Berjalan mengikut harapan dengan segala keterbatasan dan kekurangan Yani tua, tidak pernah lelah membawa bahtera keluarganya selalu semangat mendayung perahu kehidupannya tanpa keluhan dan sesalan. Tiga orang anaknya dibesarkan dengan kasih sayang dan kesetiaan, seakan Bu Yani, bak mentari yang tiada pernah tidak jujur selalu bersianar tepat waktu untuk memberi sinar kekuatan kepada tanggung jawab seorang ibu. Dia asuh anak-anaknya, dibesarkan dengan kerja keras sampai tumbuh menjadi remaja yang bisa mandiri menjalani kehidupan ini. Lantunan hati kesabaran seorang Yani tua harus berpeluh waktu menyabar menemukan irama merdu memberi pelita hati sebagai sosok tanggung jawab dan rasa hormat kepada mendiang suaminya yang telah dititipi tiga orang anak.

Era tergerusnya modernisasi kehidupan sosok seorang bunda yang benar-benar di teladani perempuan-perempuan lain di sekitar lingkungan dari Bu Yani. Sosok perempuan super dan tangguh tidak pernah berhenti menyerah dengan tabah dan balutan syukur dalam mengarungi beratnya sisi kehidupan disemua masa-masa sulit yang terlalu ramah lekat bareng dengan dirinya.

Keteladanan sosok Bu Yani memberi dan menjadi catatan emas yang begitu sangat lekat berperangko hati dalam jiwa Ardian. Begitu banyak lukisan dengan goresan pena dengan segudang asa yang telah lekat pula betabur pigur tiada tara. Ardian kini tidak mau kehilangan kesempatan  berbalas jasa Sang Bunda ditengah usianya yang sudah sepuh,  perlu perhatian dan kasih sayang. Ardian melakukan karma kebaikan membalas merawat Sang Bunda dengan sepenuh hati dalam balutan ketulusikhlasan seorang anak kepada Bundanya.

Rona bertaburan syukur Ardian, menjadikan seisi keluarganya kini dengan balutan penghargaan sosok perempuan yang memberi kenangan. Bunda Ardian, Bu Yani senja bagaikan  “Melati Di Taman Hati”.

 

 

 

 

 

 

 

PROFIL PENULIS

 

Text Box:  I Made Jimat, S.Pd.,M.Pd. Lahir di Telaga, 7 April 1971.  Alamat Tinggal Banjar Dinas Padma Kencana, Desa Telaga, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali (Bali Utara). Tamat SPG Negeri Singaraja 1991, D-2 PGSD STKIP Negeri Singaraja 1993, S-1 di IKIP Saraswati Tabanan 1999, S-2 di Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja 2010 Jurusan Manajemen Pendidikan.

Mengawali karir jadi PNS 1 Juni 1996 sebagai guru SD di  SDN 4 Tista, selama 8 tahun. Dari hasil melanjutkan studi S-1 Bahasa dan Sastra Indonesia dan tahun 2002 misbar menjadi guru SMP tepatnya di SMP Negeri 3 Busungbiu. Saat itu belum ada guru TIK  mengampu Mapel TIK juga 2 tahun.

Mengikuti promo Wakasek Tahun 2005-2015 dari hasil voting terbuka dari 3 calon yang ada, mendapat suara terbanyak sehingga menjadi wakasek. Mengikuti seleksi Gupres tingkat Kabupaten Buleleng Pada tahun 2005 dan 2006,  tahun 2008 seleksi Cakep, dan Diklat Cakep tahun  2009. Sejak tahun 2015 menjadi Kepala SMP Negeri 3 Busungbiu sampai sekarang. 

Belajar menulis buku di tahun 2020 ini, dengan blog pertamanya ( www.maji.blogspot.com ),  setelah lama pasif dari kegiatan menulis. Diawali dengan bergabung di WAG PGRI “Belajar Menulis Gelombang 16” asuhan Bapak Wijaya Kusuma dan sekaligus sebagai pemberi Kata Pengantar, Buku Solo Perdana “Menjadi Penulis Hebat“. Bergabung menulis antologi asuhan Ibu Sri Sugiastuti : 

-          Jejak Digital Motivator               - Kasih sayang Guru Kunci Sukses 2

-          Pahlawan Dalam Hidupku,         - Pujangga Patidusa Wiyata 1

-          The Fower of Writing                 - Pujangga Patidusa Wiyata 2

-          Kharisma Bunda Mulia               - Titik Balik

-          Dermaga Hati                              - Gairah Menulis Negeriku             

Juara I “SARAWASTI AWARD” Kepala Sekolah  Produktif tahun 2021 tingkat kabupaten yang diselenggaraka oleh Dinas Pedidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Buleleng, Provnsi Bali, yang diserahkan pada Puncak HUT PGRI ke-76 dan Hari Guru Nasional ( HGN )  tahun 2021 pada 25 November 2021 di SMA Negeri Bali Mandara.

 

Juara II Tingkat Provinsi pada Lomba Best Praktis Bali Scout Creativity (BSC) Pembina Pramuka Penggalang dalam rangka hari Pramuka ke-60 Tahun 2021 yang diselenggarakan oleh Gerakan Pramuka Kwarda Bali.

 

Peraih Penghargaan “PARASAMYA SURATMA NUGRAHA”  sebagai pegiat literasi di kabupaten melalui penulisan buku antologi dan aktivitas komunitas literasi dari Komunitas Pengajar Penulis Jawa Barat pada tanggal 17 November 2021 di Hotel Ibis Bandung.

 

Nama akun facebook/telegram/WA : I Made Jimat. Telegram : made jimat.

Nomor Whatshap : 081915664185

Salam kenal

Salam literasi

Salam Pancasila

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

3

Ibu dan Ritual Bulan Agustus

Oleh Telly D

Setiap tahun dilakukan peringatan hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang jatuh pada tanggal 17 Agustus. Bulan Agustus menjadi bulan yang sangat istimewa. Selalu dinantikan kedatangannya oleh rakyat Indonesia.

Peringatan hari Kemerdekaan Republik Indonesia adalah waktu rakyat Indonesia mengekspresikan kebahagiaan menjadi bangsa yang merdeka.

Beragam aktivitas dan lomba yang diadakan. Sekolah-sekolah memanfaatkan momentum itu untuk menanamkan rasa cinta tanah air dan menghargai jasa para pahlawan. Rumah Saya pun melakukan hal yang sama.

Ada dua momentum istimewa dalam setahun di rumah. Istimewa Saya ceritakan karena dilakukan oleh semua anggota keluarga selama sebulan penuh. Momentum Ramadhan dengan puncaknya pada Idul Fitri dan momentum hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang puncaknya pada upacara 17 Agustus.

Ibu punya ritual dan tradisi tahunan dalam bulan Agustus. Ritual ini tidak pernah didelegasikan pada siapa pun termasuk pada ayah. Ibu memimpin sendiri ritualnya bahkan menyiapkan biaya yang tidak sedikit untuk kegiatan ini.

Ritual bulan Agustus diawali dengan mempersiapkan rumah. Saya tidak tahu apa hubungannya sehingga rumah dan pagar rumah harus dicat. Ibu memanggil orang yang dipercaya dapat melakukan hal ini. Kami wajib ikut ambil peran membantu.

‘’Mengapa rumah dan pagar halaman harus dicat?’’ tanya Saya  pada ibu,

‘’Rumah dipersiapkan melakukan hajatan besar, hajatan bangsa,’’ kata ibu dengan penuh semangat.

Sebelumnya Saya hanya mengenal hajatan penganten, sunatan, khatam alquran, dan sebagainya, ternyata ada hajatan bangsa. Peringatan ulang tahun Republik Indonesia, ibu memahami sebagai hajatan bangsa.

Jika  rumah dan pagar sudah dicat maka halaman dibuat seirama. Pohon-pohon di halaman dipangkas dirapikan dahannya, selokan diperbaiki, tanaman ditata kembali bahkan kadang ibu sengaja membeli pot-pot baru untuk mengganti pot yang lama. Momentum ini juga dimanfaatkan ibu sekaligus membenahi lingkungan rumah.

Waktu itu, kami  berdiam di kompleks perumahan pegawai atau rumah dinas di kabupaten. Rumah dengan bangunan kopel. Satu kopel untuk  dua keluarga. Terdapat 3 kopel dalam jejeran itu, sehingga ada 6 keluarga.

Aktivitas kami sekeluarga terlihat menarik. Tetangga ikut melakukan hal yang sama. Jadi beramai-ramai, saling memberi semangat. Tidak heran jika hasilnya 6 rumah dinas yang sejajar memiliki dandanan yang sama. Saya bangga menemukan ibu menjadi pelopor dalam lingkungan. Setelah rumah, pagar, dan halaman  rapi, barulah dilakukan pemasangan umbul-umbul. Umbul-umbul merah putih. Warna merah dan warna putih adalah pilihan warna yang dominan untuk agustusan.

Waktu itu belum ada umbul-umbul dan bendera merah putih dijual yang sudah dijahit. Ibu mengupayakan sendiri, membeli kain dan menjahit seperti keinginannya.

Saya pandai membuat bendera kecil dari kertas minyak warna merah dan warna putih. Saya menggunting kertas itu menjadi segi empat kecil dan menempelkan sisi yang jadi tengahnya dengan lem tepung tapioka yang dimasak sampai mengental.

Saya melakukan itu dengan mendendangkan lagu bendera merah putih dan berkibarlah benderaku seperti keinginan ibu. Kemudian bendera kecil itu Saya tempel di ujung lidi daun kelapa atau Saya pasang berjejer dalam roncean benang godam. Saya boleh memasangnya memanjang di sepanjang pagar halaman depan rumah.

Bangga sekali melihat bendera kecil hasil buatan Saya itu bergerak-gerak melambai mengikuti tiupan angin. Jika sudah begini Saya akan bernyanyi dengan senang hati.

‘’Siapa berani menurunkan engkau serentak rakyatmu membela, sang merah putih yang perwira berkibarlah selama-lamanya.’’

Kami bekerja beramai-ramai. Kami berbagi pekerjaan, ada yang memasang umbul-umbul, ada yang mengecat batu-batu halaman yang telah ditata rapi, dan ada yang memanjat pohon untuk dirapikan. Tidak dibenarkan ada yang berpangku tangan.

Terakhir dibuatkan gapura depan pintu masuk dan dipasangi tulisan ‘’Dirgahayu Republik Indonesia’’ dari kertas krepe merah putih.

Pada waktu itu di desa belum mengenal lampu berwarna warni yang dapat digunakan menerangi halaman rumah. Ibu sangat kreatif, memasang obor di titik yang strategis menerangi halaman rumah, sehingga keindahan umbul-umbul tetap dapat dinikmati di malam hari. 

Obor dibuat dari potongan bambu kecil, yang menyisakan satu sisi ruas bawahnya. Tengahnya yang kosong diisi minyak tanah dan ujung ruas  yang lain disumpal dengan kain tua yang berfungsi sebagai sumbu, sehingga bisa dinyalakan.

Satu bulan aktivitas cinta tanah air ini dilakukan.  Setiap pagi dan sore secara bergiliran Saya bersaudara berlatih menaikkan dan menurunkan bendera merah putih di halaman. Di depan rumah, tepat di tengah halaman ada tiang bendera yang ayah buat khusus untuk keperluan ini. Kami mengerek bendera naik dan menurunkan dengan berbaris formal dan memberi hormat.

Ibu dan ayah menguasai baris berbaris. Mereka berdua yang melatih  Saya untuk menaikkan dan menurunkan bendera dengan benar. Ibu sangat teliti memperhatikan hal ini.

‘’Bendera adalah simbol negara. Ada aturan bagaimana melipat,  menyimpan, menaikkan, dan menurunkan.’’

‘’Tidak boleh diperlakukan seenaknya.’’

‘’Malu jadi anak bangsa jika hal yang dasar begini tidak diketahui.‘’

Itu ucapan-ucapan ibu menyemangati. Karena semua dilakukan  bersama dengan bersenang-senang, Saya mau saja melakoninya.

Ayah dan ibu  mencontohkan meneriakkan ‘’Merdeka!’’ setiap masuk dan keluar rumah, dengan tangan terkepal ke atas. Saya suka menjawabnya dengan teriakan dan gerak yang sama, bahkan Saya suka menambah dengan kalimat “sekali merdeka tetap merdeka.’’

Dalam bulan Agustus, setiap malam ibu membacakan atau bercerita tentang sejarah kemerdekaan, tokoh-tokoh bangsa, sambil menyisipkan pesan moral cinta tanah air, bahwa kami harus mencintai negeri ini.

‘’Mengetahui perjuangan merebut kemerdekaan ini akan membuatmu tahu menghargai dan menjaga kemerdekaan ini.”

‘’Banyak wujud sikap cinta tanah air. Melakukan upacara bendera dengan penuh khidmat, menghormati guru dan teman-teman,  menggunakan bahasa Indonesia,  belajar dengan baik,  mematuhi praturan sekolah, siap berkorban untuk kepentingan sekolah, hafal bunyi Pancasila dan bahkan Pembukaan UUD 1945.’’ 

“Menjaga fasilitas umum, menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan ini juga bukti nyata cinta pada tanah air,” kata ibu dengan semangat.

Ibu juga mengatakan, ’’mengetahui kehebatan para tokoh yang berunding melalui meja perundingan akan membuat Saya memahami bahwa perjuangan tidak hanya dicapai dengan cara-cara fisik. Ada cara lain yang dapat dilakukan untuk menjadi pahlawan. Tidak kalah terhormat dan  menarik.’’

Ibu pengagum Bung Karno yang fanatik. buku-buku tentang Soekarno lengkap berjejer pada rak buku di kamar. Mulai dari Sarinah sampai Bung karno penyambung lidah rakyat.

Sebulan penuh ibu mendukung dan mendorong Saya dan saudara yang lain untuk terlibat ambil peran pada kegiatan dan lomba-lomba yang diadakan di sekolah, atau di kabupaten. 

Ibu mencontohkan berdendang dengan lagu nasional selama bulan Agustus. Menghayati dan menghafal setiap lagu nasional, menurut ibu  mampu menumbuhkan sifat nasionalisme.

Sambil memasak mendendangkan lagu padamu negeri, menyiram bunga dengan lagu tanah airku. Saya jadi ikut-ikutan selalu meyambung lagu nasional itu. Lagu yang paling heroik menurut Saya adalah tujuh belas Agustus tahun 45 dan maju tak gentar.

Puncaknya ada pada upacara 17 Agustus, ibu selalu sibuk memastikan di mana kami ikut upacara.

Pada awalnya, Saya suka melihat ibu aneh dengan semangat nasionalnya. Menurut Saya ibu berlebihan bahkan terkesan arogan dalam hal ini.

‘’Semua orang merayakan hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia, tapi tidak seperti ibu. Orang biasa saja, kata Saya pada ayah, membandingkan kondisi rumah kami dengan tetangga yang lain.

‘’Orang yang hidup dan merasakan penderitaan sebelum kemerdekaan akan berbeda dengan orang-orang tidak merasakan langsung,’’ ayah mencoba untuk memberi penjelasan.

‘’Ibu itu pejuang pergerakan kebangsaan Wanita” bisik ayah dengan jelas.

‘’Rumah kita yang di kota Parepare adalah rumah yang dihadiahkan oleh pemerintah Indonesia kepada ibu karena prestasi memimpin perjuangan Wanita,‘’ kata ayah dengan bangga. Saya jadi bisa memahami mengapa sikap ibu seperti itu.

Setelah Saya dewasa dan berkeluarga, ibu sudah memasuki masa purna. Tradisi mempersiapkan bendera dan umbul-umbul, meneriakkan pekik merdeka, menyanyikan lagu-lagu nasional tetap dia lakukan dengan tekun. Termasuk mengikuti upacara pengibaran dan penurunan bendera di istana negara melalui televisi.

Ada hal yang unik, selalu ingin umbul-umbul yang baru. Ibu selalu keberatan menggunakan umbul-umbul tahun kemarin sekalipun kondisinya masih bagus.

Pada tahun sebelum ibu meninggal, ibu masih bersikeras tidak setuju dengan umbul-umbul yang sudah dibelikan karena model tidak sesuai  yang ibu inginkan.

Saudara Saya mencoba memberi penjelasan tidak mengurangi nilainya jika modelnya lain. Ibu tetap ingin model umbul-umbul yang berbentuk kipas setengah lingkaran yang ada pita besar di tengahnya, keinginan yang sangat kuat.

Saya suka kagum dengan cara ibu mencintai negeri ini dengan selalu memberi yang terbaik. Urusan umbul-umbul bisa membuat masalah besar dan memicu ibu ngambek.

Membutuhkan biaya yang tidak sedikit karena waktu itu, Ibu telah mempunyai tiga rumah induk. Syukur ada saudara yang menyiapkan dana dan bersedia mengikuti keinginan ibu.

Setelah ibu meninggal, tradisi ini pun masih diteruskan oleh ayah. Rumah kami tetap disemarakkan dengan umbul umbul. Pekik merdeka tetap kami pekikkan, menyanyikan lagu nasional juga tetap kami lakukan namun sudah dengan kondisi yang lain, zaman sudah berubah.

Bulan Agustus tahun ini, bulan kepergian ibu. Saya selalu mengenang ritual Agustus itu. Betapa sakralnya ibu memperlakukan bulan kemerdekaan.

Betapa kuatnya upaya yang dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran cinta tanah air pada anak-anaknya. Tidak ada museum yang Saya kunjungi, tidak ada konten-konten berbau budaya dan sejarah di gadget kami.

Namun cara yang ibu pilih untuk berkenalan dengan sejarah dan kebudayaan Indonesia adalah cara belajar mencintai sejarah dan budaya Indonesia yang efektif.

Berdampak positif karena ditanamkan sejak dini,  jadi fondasi untuk Saya dalam pemahaman mengenai cinta Tanah Air. Hal ini yang  menggerakkan kesadaran Saya untuk mau melakukan hal positif bagi bangsa Indonesia.

“Kalau sudah cinta, tentu akan menjaga dan tidak akan merusak,’’ kata Ibu masih terngiang di telinga Saya.

Merdeka !!!

Makassar 17 Agustus 2021

4

IBUKU,  PEJUANG PENDIDIKAN ANAK YANG TANGGUH                                       DI LINGKUNGAN KELUARGA               

Oleh: Drs. Dg. Mapata,M.M

Bagiku sosok ibuku sebagai pejuang pendidikan anak yang tangguh, dalam   menyekolahkan anak, merupakan tokoh patriotis dan inspiratif yang sejati tanpa mengenal panas dan dingin yang sehari-hari mengembangkan berjualan barang yang siap pakai dan sebagian lain kain yang dibutuhkan oleh konsumen dengan keuntungan yang diperoleh tidak banyak.namun berkah yang diperoleh hasil jualan barang ini yang akhirnya membawa perubahan kehidupan pemikiran setiap anak di lingkungan keluarga.

Ibuku, bernama Andi Bau  yang tidak mengenal huruf latin,namun mampu membaca Alquran dan hadits Rasululah serta kisah-kisah yang menarik perhatian kepada pembeli sebagai konsumen, sehingga lambat laun akan tertarik membeli barang jualan yang dicicil selama 10 bulan. Namun, ada sebagian kecil konsumen (pembeli) langsung mengontan (membayar lunas) dan berusaha mengambil barang lain yang dapat dicicil selama 10 bulan.         

Salah satu modal yang diandalkan ibuku sebagai penjualan barang dagangan dengan cara keliling rumah ke rumah setiap pejabat dan pegawai negeri sipili, khususnya untuk menawarkan secara langsung barang yang diperjualbelikan kepada konsumen yang sebelumnya sudah diketahui watak kejujuran dan mampu menjaga amanaj sebagai umat Islam yang sadar akan adanya siksaan di alam akhirat kelak.

Modal kerja keras yang dibarengi kejujuran dan mengandalkan kekuatan ingatan di dalam kesucian hati setelah dikontrol otak, maka ibuku tanpa mencatat utang yang ada pada konsumen dan hanya ingatan yang diutamakan untukmenguji kejujuran setiap konsumen yang menjadi pelanggan barang cicilan tersebut.

Ibuku,  tidak pernah mengenya pendidikan dasar karena adat setempat (di Bira) yang diwariskan dari nenek moyangku secara turun temurun untuk menyekolahkan setiap anak perempuan karena mengingat lebih fitnah di lingkungan keluarga.  Namun,  pendidikan agama yang begitu matang pengetahuan dan keterampilan di dalam mengungkapkan kembali petuah yang pernah disampaikannya, bertujuan para pembeli sebagai konsumen akan tertarik untuk memiliki barang, yang dilakukan denga cara cicilan 10 bulan setiap tahun. 

Perjuangan ibuku,  untuk menyekolahkan semua anaknya, sekiranya ada di antara para ibu yang memiliki semangat juang tidak mengenal lelah dan teriknya sinar matahari, terutama dalam upaya mengentaskan kemiskinan di lingkungan keluarga. Ibuku,  Andi Bau berpikir dan memikirkan serta mendapatkan dari masukan keluarga besar Bontotiro, khususnyaAndi Muhammad Amiin dan H. Djaenuddin, B.A. 

Dari kedua ini merupakan mantan camat Bontobahari, yang berusaha membuka pemikiran ibuku, sehingga terjadi perubahan untuk menyekolahkan anak. Aku, teringat betul dengan adanya perkataan dari kedua keluargaku, ketika menjadi camat, seringkali memberikan nasihat, bahwa “tabe disekolahkan anak-anak, supaya bisa menjadi pegawai negeri sipil”, Alhamdulillah Mogana Abbas kakakku yang pertama di lingkaran keluargaku menjadi pegawai kehutanan sebagai petugas lapangan penghijauan pada kantor wlayah pertanian dan tanaman pangan provinsi Sulawesi Selatan, ketika itu yang menduduki kepala bagian kepegawaian Ir. Arman Mallolongan

Terangkatnya, pegawai kehutanan Mogana Abbas kakakku merupakan perjuangan disik dan psikis (jiwa) ibuku yang memiliki semangat dengan mengandalkan jalan kaki dengan jarak tempuh kurang 24 km pulang pergi. Ketika itu, Andi Muhammad Amin,  memberikan sinyal dan memberikan nota keluarga yang dibuat beliau dan ditujukan kepada menantu keponakan  Ir.Arman Mallolongan. Beliau berkata engkau bermalam di rumah ini, Andi Bau, kata karaeng Amin sapaan Andi Muhammad Amin akrab mantan camat Bontobahari ini. Ibuku, bersedia dengan jaminan diberikan nota keluarga. Sebaliknya, karaeng Amin  ingin diceriterakan kisah perjuangan Rasulullah Saw  dan ibuku menyanggpi untuk mencriterakan dengan ciri khas yang dikemas dalam bahasa daerah setempat.

Keesokan hari, ibuku ingin berpamitan dengan karaeng Amin dan langsung memberikan nota keluarga, dan beliau menyampaikan bahwa nota keluarga ini jangan diberikan siapa-siapa, kalau bukan tangan kanannya Ir. Arman Mallolongan. Begitu gambaran penuturan karaeng Amin kepada ibuku yang gigih berjuang untuk menyekolahkan dan mewujudkan impian anaknya menjadi pegawai negeri sipil dengan modal lulusan SMA Negeri 198 Bulukumba.      

            Setelah itu,  ibuku kemudian terbuka pikiran menyekolahkan  semua anak yang masih membutuhkan biaya pendidikan yang rendah, namun berat ibuku untuk membiayai pendidikan anak seluruhnya. 

Alhasil ketika aku bertanya kepada ibuku, “aku mau sekolah di SMA, lalu ibuku menjawab spontan di mana uang mengambil uang biaya pendidikan, nak”. Jawab, ibuku yang  was-was  untuk melanjutkan pendidikanku pada sekolah menengah atas. Ketika itu,  mantan camat Bontobahari 1982, Djaenuddin, B.A memberikan sinyal bahwa keluarga karaeng Tiro Andi Abdul Karim Dg. Mamangka yang membutuhkan anak sekolah,  untuk ditumpangi rumahnya  di Bulukumba,  rumahnya Andi Baso Syam Daud, sepupu dua kali Jenderal TNI AD Muhammad Jusuf, mantan menghankam pngab masa orde baru. Ketika itu, didaftarkan di SMAN 198 Bulukumba dan dinyatakan lulus, tanpa aku melihat dan memerhatikan bukti kelulusanku. Tak lama kemudian pejabat teras ini dipindahtugaskan ke Makassar dan kembali kantor Skarda N bapak H. Andi Baso Syam Daud dan istrinya Andi Aisyah Andi Abdul Karim Dg.Mamangka. Kemudian beliau mengatakan kepadaku, bagaimana kamu apakah mau berangkat ke Makassar sekolah, langsung menjawab Iya puang.

Dengan begitu aku menjawab dengan nada kasihan, dan sangat membutuhkan perhatian terhadap kelangsungan pendidikan sekolah menengah atas di kota Makassar, dan ternyata menjadi masalah perpindahanku dari Bulukumba, namun pejabat ini tidak pernah kehabisan akal dengan tetap mencari jalan yang ditempuh supaya aku masuk sekolah, Alhamdulillah, jumat 25 Oktober 1982 diterima di SMA Negeri 8 Makassar dengan menumpangi mobil sedang milik bupati Bone (1982-1987) bapak Letkol TNI Andi Syamsul Alam dan diterima di ruang kepala sekolah dengan memerlihatkan kota pejabat yang sakti itu, sehingga aku berjalan mulus sekolah pada hari itu juga.           

Kemudian perjuangan ibu, Andi Bau menyekolahkanku hingga perguruan tinggi negeri IKIP/UNM, yang mulai sejak 1985 dengan menunjukkan sikap dan perilaku ikhlas mengeluarkan biaya pendidikan kuliah tanpa ada rasa mencurigai dan berusaha meyakinkan bahwa perilaku anakku positif dan manfaat, untuk menunjang kegiatan perkuliahan selama kuranglebih 4 tahun dengan menempuh 9 semester.  Aku merupakan anak yang memiliki kegemaran membaca, sehingga apabia mendengarkan tentang suatu buku sejarah yang belum dimiliki, maka berusaha untuk memiliki buku itu. Misalnya,  ketika 1986, aku duduk pada semester kedua aku berbincang dengan ibuku,  dengan sapaan akrab di lingkungan keluargaku, Mbak, aku mau membeli buku sejarah nasiona Indonesia yang disusun Marwati Djonenoed Poseponegoro dan Nugroho Notosuasanto yang terdiri atas 6 jilid dengan harga ketika 1986 yang masih kuingat betul Rp. 63.000  (enam puluh tiga ribu rupiah).

Padahal uang yang dibawa ke Makassar ibuku, bukan pembeli buku, sebenarnya ingin dibelikan seprei untuk diperjualbelikan ddi Tanahberu kecamatan Bontobahari kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan. Namun, ibuku memahami maksud dan tujuan yang ingin dipenuhi dari anaknya, dan langsung meresponnya dengan memberikan sejumlah uang itu. Lalu segera pergi membeli pada sore hari di toko buku Pedoman Ilmu Makassar dengan memeihatkan ibuku, buku sejarah nasional Indonesia yang sangat dibutuhkan untuk menunjang perkuliahan sejarah Indonesia Kuno,  sejarah Indonesia Madya dan sejarah Indonesia Baru.

Pada semster kedua, aku dipercayakan dosen penanggungjawab mata kuliah untuk memberikan bantuan dalam pendampingan keilmuan dan sambil memeriksaa tugas-tugas individu dan kelompk mahasiswa jurusan pendidikan sejarah.  Di kalangan keluarga dan masyarakat di kampung halamanku menilai jurusan sejarah yang menjadikan aku kuliah yang ketika itu aku dicemoh dan dipandang jurusan itu kurang dibutuhkan. Setelah itu, aku dinyatakan sarjana pendidikan sejarah dengan Doktorandus (Drs) yang paling di lingkungan keluargaku di Bira, 28 Desember 1989 dan diwisud 5 Januari 1990. 

Namun, menjadi guru 1 Februari 1998 dengan tugas pertama di SMP Negeri 2 Herolange-lange Kabupaten Bulukumba, dan 21 Oktober 2008 dipindahtugaskan di SMP Negeri 9 Bulukumba sebagai gru  IPS. Di samping itu, juga aku dituhaskan menjadi pembmbing untuk persiapan dalam menghadapi pada ajang oimpiade sains IPS tingkat kabupaten Bulukumba dan tingkat Provinsi Sulawesi Selatan. Selain itu, juga aku melakukan kegiatan pada pembimbingan KIR (Karya Ilmah Remaja) selepas melaksanakan pembelajaran pada pagi hari hingga siang hari.. Sekalipun, dengan banyak cemohan bagiku, dan tidak akan terpengaruh dari pihak yang menginginkan  kegagalan dalam perkuliahan. Ternyata setelah beberapa tahun melaksanakan pembelajaran, jurusan inilah yang membawa angin segar untuk dapat dipercaya sebagai narasumber pemkab Bulukumba untuk menyajikan materi sejarah dan kebudayaan kabupaten Bulukumba sejak 2008 hingga sekarang.  

Aku yang kedua menjadi guru, karena lebih dulu adikku Murgaba diangkat menjadi guru matematika sejak 1992 pada SMPN 4 Bulukumba.  Setelah itu,  aku ditetapkan menjadi guru 1998 pada SMPN 2 Herolange-lange kabupaten Bulukumba. Sementara itu, adikku Andi Tanning yang baru menyelesaikan sarjana pendidikan Fisika dari Fakulltas MIPA Universitas Negeri Makassar  2002,  Setelah itu, Andi Tanning yang diangkat menjadi guru mata pelajaran  IPA Fisika pada SMP Negeri 32 Bulukumba.

Akhirnya, cerpen yang berjudul “Ibuku sosok pejuang tangguh pendidikan anak di lingkungan keluarga dari lingkungan keluarga”, yang tentunya sangat diharapkan dapat menginspirasi di kalangan ibu-ibu lain seantero Indonesia.-

                                                -SELESAI-

     PROFIL PENULIS

 

Dilahirkan di Bira, 31 Desember 1966. Sosok penulis ini, mengembangkan buku literasi sejak 2014.- 2021 dengan menerbitkan 60 judul penulis tunggal. Ada 4 buku penulis dwitunggal. Dan, bahan ajar kuliah Bahasa Indonesia (Tata Bahasa dan Komunikasi Ilmiah) penulis tritunggal.

Sejak dari tahun 2019 dan 2020 lolos Adi Acarya Award 30 nominator Gerakan Menulis Buku Indonesia diselenggarakan Balai Bahasa Jawa Tengah. Kini terbit 2 lagi Adi Acarya Award gerakan  menulis buku Indonesia di antaranya 1) Menjadi Guru Inspiratif dan 2) Menjadi Guru Hebat.  Selain itu, penulis berhasil mengembangkan buku antologi yang meliputi 1) Pandemi Melejitkan Literasi, 2) Tiada Senja Untuk Guru, 3) Guru Mengabdi Untuk Negeri, 4)  Dermaga Hati, 5) Belajar dari Teman Sejawat dan Murid, 6) Takdir, 7) Harapan Tertunda, 8)  Kopi Kehidupan, 9) Yang Terindah, 10) Selaksa Renjana, 11) Stand By Me, .12)  Pendar Kerinduan,  13) Pelangi Rindu Ramadan di Masa Pandemi, 14) Kisah-kisah Kasih Sayang,  15)  Belajar Sambil Bermain, 16) Saat Kenaikan Kelas, 17) Tantangan Pendidikan Abad ke-21,  18) Butir-butir Rindu, 19) Cerita Jelang Wisuda, 20) Nostalgia Lebaran Maaa Kecil, 21) Hikmah di Balik Kegagalan, 22)  Rona Pelangi Buah Hati, 23)  Ikhlas Berkurban di Era Pandemi 24) Aku dan Tetangga,  25  Love Stories Antologi Kisah Kasih Sejoli Menjemput Cinta, 26) Pembelajaran Berbasis Riset, 27) Di Titik Kesabaran, 28) Kiat Kata Perjalanan Hidup, 29) Selamatkan Bumi Khatulistiwa, 30) Guru Inspirasiku,  31) Wisata dalam Kenangan, 32)  Peran Keluarga di Masa Pandemi, 33) Penantian, 34) Dunia Ice Cream, 35) Keluarga Harmoni, 36) Wisata Dalam Kenangan,  37) Persembahan Cinta Untuk Guru, 38) Bangga Jadi Orang Indonesia, 39) Sinergi Guru dan Siswa Mewujudkan Prestasi,  40) Kisah Inspiratif Wiyata Amarta,  41) Peran Keluarga di Masa Pandemi, 42)  Melati di Taman Hati Antologi Kenangan Hati Bersama Bunda, 43)  Untaian Kasih Untuk Bunda, 44) Lentera Ilmu di SOAF Bunga Rampai Sekolah Online ABCo for Teacher, 45) Memoar Peringatan Maulid Nabi,  dan sebagainya.- 

Kontak person HP/WA 081355589819 dan E-mail.drsdgmapata@gmail.com.

 

 

5

 

                                            Untaian Kenangan Bersama Bundaku

      Oleh : Rr. Rusdiana Kadaryanti, S.Pd., M.Pd

 

 

Bunda. Satu kata lima huruf ini mampu membuat semua yang gaduh menjadi teduh. Ketika bunda kita sudah tiada, mengingat akan hal itu membuat hati kita luluh … dan luruh. Tak terkecuali aku. Bahkan ketika aku mengetik bagian ini, air mataku jatuh membasahi pipiku yang tidak lagi sekencang dulu waktu masih muda belia.

Kenangan bersama bundaku terpatri amat dalam di setiap relung hatiku. Meskipun aku bukan anak mama, namun sebagai anak sulumg, aku menjadi limpahan kasih sayang bunda. Aku enam bersaudara. Limpahan kasih sayang bunda membuat perasaan iri dari lima adik-adikku. Kenangan-kenangan Bersama bunda membuatku meneteskan air mata saat mengingat apa yang bundaku lakukan untukku, seperti :

1.      Tetap menggendongku walau terpeleset dan jatuh di teras sumur .

Di belakang rumahku, di Kulon Progo, pada waktu tempo dulu orang-orang di daerah tempat tinggalku  mayoritas masih menggunakan sumur timba (bahasa jawa : kerekkan). Yang namanya pompa air lebih terkenalnya dengan nama “Sanyo”  di desa tempat tinggalku itu yakni di Kokap, Kulon Progo belum banyak yang memilikinya. Hanya orang-orang tertentu saja yang sudah punya alat tersebut. Hari itu seperti biasa saat pagi hari, bunda selalu menggendongku, agar tubuhku terpapar sinar mentari pagi. Vitamin D bukan hanya terbentuk dari ikan, susu dan makanan lain, namun membutuhkan sinar matahari di dalam proses pembentukannya. “Biar kulitnya tidak kuning,” begitu alasan orang zaman Old.

 

                                   Baca Dulu Doa Ini Sebelum Menggendong Bayi Baru Lahir | Dream.co.id

                                    Gambar : bunda menggendong anaknya dengan penuh kasih sayang

“Saat menggendongmu, aku tidak sadar bahwa kakiku sudah di ujung batas teras sumur sehingga terjatuh. Anehnya, aku jatuh dalam posisi berdiri dan masih menggendongmu,” Kata bunda dengan senyum manisnya. Kecelakaan yang bisa saja membuatnya terluka ternyata justru menjadi memori yang indah di benaknya karena sedang menggendong anak sulungnya.

2.      Menyuapi buah Mangga yang sedang dimakannya.

            Kesukaan/buah favorit bundaku adalah buah Mangga. Bundaku setiap pergi ke pasar selain membeli kebutuhan-kebutuhan untuk keluarga, selalu saja ada buah Mangga di keranjang belanjaannya itu. Bunda yang sebagai ibu rumah tangga sangat mengedepankan kepentingan keluarga walaupun di desaku kala itu bunda termasuk tokoh di organisasi seperti Dasa Wisma dan PKK (Pendidikan Kesejahteraan Keluarga) di desaku. Suatu hari yang sangat panas cuacanya bunda mengelupas buah Mangga yang ranum. Setelah dikupas, tiba-tiba bunda menyodorkan irisan buah Mangga kepadaku.

            “Nyoh, … Emm …”   Isyarat dari bundaku.

Buah Mangga kupasan yang ranum sudah ada di dekat mulutku, dan langsung kusantap. Bunda kelihatan sangat puas, dan tersenyum manis.

 

                     

                                             Manfaaat 14 Buah Mangga Harum Manis, dari Memerangi Kanker Hingga  Afrodisiak - Semua Halaman - Intisari

                                                              Gambar : Buah Mangga yang ranum.

 

Begitulah, serpihan ingatan masa laluku membuatku terharu. Ketika bunda memegang buah Mangga dan mengupasnya, selanjutnya bunda menyuapiku dengan tulus ikhlas.

3.      Pelukan hangat bunda saat aku sakit.

Setiap kali aku batuk-batuk atau menunjukkan gejala sakit seperti flu, bundaku spontan memelukku dan memberiku kehangatan. Kadang aku terbangun oleh ungkapan kasih sayang bunda, kadang tetap pulas. Bundaku menjadi orang pertama yang bangun di pagi hari dan orang terakhir yang memejamkan mata di malam hari. Satu kebiasaan baik yang belum tentu dilakukan oleh bunda-bunda zaman now yang punya satu atau lebih asisten rumah tangga.

Bundaku tidak lagi memikirkan dirinya sendiri bahwa dalam kondisi tubuh yang lelah karena membesarkan kami berenam, dia gampang tertular. Peristiwa ini mengingatkanku akan seorang bunda yang dilarang dokter mendekati anaknya yang terkena penyakit menular. Namun, saat anaknya minta dipeluk, tanpa ragu dia memeluk dan mencium anak kesayangannya itu. Akibatnya fatal. Dia meninggal tidak lama setelah anak kesayangannya dipanggil Tuhan. Bunda selalu menempatkan kepentingan anaknya di atas kepentingannya sendiri.

4.      Bunda memberiku uang dan perhiasan meskipun aku sudah bekerja.

                                                                                                            

                                                       Mom 통해 포켓 돈을 그의 아들 가족에 대한 스톡 사진 및 기타 이미지 - iStock

 

                                     Gambar : Seorang anak menerima uang saku dari bundanya.

 

 

“Hati-hati di jalan, … jangan ngebut ya …” ucapan itulah yang sering aku dengar ketika aku pulang ke rumah, entah untuk mudik lebaran atau liburan yang lain. Setiap kali aku pulang ke rumah dan mau kembali ke tempat kerjaku, bundaku masih saja memaksaku menerima sejumlah uang. Meskipun jumlahnya tidak besar, namun sebesar apa pun, kita anak tetap anak di mata bunda. Uang saku dari bunda tak lekang dimakan waktu. Ketika bunda berkunjung/silaturahim ke rumahku bunda memberikan perhiasan kepadaku karena melihat situasi dan kondisi rumah tanggaku waktu itu tidak menentu.

 

 

   

                                                

                                                         Gambar : keluarga besar bundaku

                                                                        

                                                                         Gambar : Bundaku

 

 

Kenangan-kenangan itulah yang membuatku masih meneteskan air mata saat mengingat apa yang bundaku lakukan untukku. Kini bundaku sudah pulang lebih dulu di usia 64 tahun karena sakit. Aku masih sempat memeluk bundaku sesaat sebelum Allah Swt memanggilnya pulang. Semoga bundaku telah bahagia di sana, mendapatkan tempat yang baik di sisi-Nya.  Aamiin ya rabbal ‘Aalamiin.

 

 

 

 

                                                 

 

 

                                                    BIODATA  PENULIS

 

 

Rr. Rusdiana Kadaryanti, S.Pd., M.Pd,  lahir di Yogyakarta. Di kota ini ia menamatkan Pendidikan formalnya hingga  DII PGSD. Ia melanjutkan Pendidikan Pasca Sarjana di IKIP yang sekarang menjadi Universitas Pendidikan Indonesia ( UPI ) dan akhirnya memperoleh gelar  Magister Pendidikan ( M.Pd ) pada tahun 2007. Selain jadi penulis, ia juga berprofesi sebagai guru di SD Negeri 1 Wangon, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah dan mendapat tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah. Buku-buku yang pernah ditulis, antara lain : “Terwujudnya Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar”, “Buah-buahan Langka dan Manfaatnya”, “Pesona Wisata Kota Gilar-gilar Banjarnegara”, “Puisi Perjuangan” (Antologi), Novel berjudul “Pintu Taqdir,” Dongeng Anak berjudul “Misteri Kakek Tua”, Cerita Anak berjudul “Si Bei”, Dongeng Anak berjudul “Misteri Rumah Tua”, Artikel Pendidikan (Antologi), “Geliat Pantun” (Antologi Kuartet), “Merajut Kata Selaksa Makna” (Antologi-dalam proses), “Guruku Idolaku” (Antologi), Antologi Pantun Guru Indonesia (dalam proses),  “Ibuku” ( Antologi – dalam proses ), “Geliat Pantun”, “Pembelajaran Masa Pandemi ( dalam proses ), “Untuk Bunda” (Antologi-dalam proses), ”Inspirasi Terbitkan Buku” (Antologi-dalam proses), “Antologi Kombis” (antologi-dalam proses), “Jadilah Netizen yang Baik” (Antologi-dalam proses), ”Surat Cinta untuk Pak Jokowi” (Antologi-dalam proses), “Kenangan Terindah Bersama Ayah,” (Antologi-dalam proses), “Derap Langkah Terbitkan Buku” ( Antologi-dalam proses), “2021 Tahun Penuh Kisah, 2022 Siap Mengukir Asa” (Antologi-dalam proses),  “Gemilang Prestasiku”, “Netizen yang Baik, Netizen yang Ok …”, “Optimalisasi Literasi Perpustakaan Sekolah”,”Fiksi Bath 5.” (Antologi-dalam proses), “Ojek Kampungku”, “History Seorang Guru SD”, “Program Unggulan Sekolahku.” (Antologi-dalam proses), “Kakek Sakti Penghuni Rumah Tua.”, “Pantun Bersuka Ria”, (Antologi-dalam proses).

Pembaca dapat komunikasi, Via HP / WA  0896-7131-7592  atau E-mail : rusdianaky@gmail.com

 

6

Kenangan Indah Bersama Bunda

 

Aku seorang gadis bernama Tyas panggilan kesukaanku, hidup bersama dalam keluarga besar dengan enam bersaudara. Anak kelima dari enam bersaudara yang terdiri dari satu saudara laki-laki dan 5 saudara perempuan termasuk aku.

Keluargaku hidup dalam kesederhanaan, kebersamaan dalam setiap kegiatan di rumah sangat menyenangkan. Ibuku sosok wanita yang menjadi panutanku, beliau mempunyai karakter yang keras, penuh disiplin dalam menerapkan kebiasaan dalam keluarga.

Ketika aku masih duduk di bangku sekolah dasar seperti biasa aku, Anik adikku, Kak Uci kakakku setelah salat magrib harus sudah di meja belajar, ibu selalu mendampingi kami belajar, pantaslah beliau seperti itu karena ibuku juga yang mengajar kami di sekolah. Beliau akan merasa malu bila anaknya sendiri tidak bisa mengikuti pembelajaran dengan baik. Ibu Wening nama  panggilannya, yang terkenal kedisiplinannya dalam mendidik siswa siswinya di sekolah. Saat aku masih kecil aku belajar masih mengikuti kegiatan yang belum semodern seperti sekaran ini, anak-anak bila kesulitan belajar bisa mencari sendiri bahan belajar di mbah google. Saya dan teman-teman didesaku walaupun dalam kekurangan alat komunikasi tapi masih bisa menonton televisi bersama orang sekampung di rumah salah satu tetangga yang termasuk orang kaya yang memiliki televisi walaupun hitam putih gambar yang muncul. Tapi kami sangat senang karena ada hiburan atau tontonan yang bisa kami lihat di malam hari setelah kami belajar.

Kak Uci,  saya, dan adik Anik sudah terbiasa pula diberi tanggung jawab pekerjaan masing-masing. Keluargaku tinggal di sebuah kampung jauh dari kota. Aku mendapatkan tugas membersihkan kandang ayam di pagi hari dan sore hari menyiapkan lampu templek untuk malam hari, pukul 4 sore lampu harus sudah dibersihkan kaca semprongnya, saat aku masih duduk di sekolah dasar di desaku masih belum ada listrik. Kakakku mendapat tugas menyapu halaman luar keliling rumah, sedangkan Anik adikku karena masih kecil mendapat tugas membantu ibu di dapur memasak persiapan sarapan pagi Anikpun membantu semampunya. Ibuk sangat bersyukur putri-putrinya bisa dididik, diberi tanggung jawab yang besar menurut ukuran siswa sekolah dasar. Ibu pernah mengatakan kepada seluruh putra dan putrinya dan kata – kata itupun menjadi peganganku dalam  mendidik kedua putri dan putaku. Beliau mengatakan bahwa “ Ibu tidak bisa memberi bekal harta pada kalian semua tapi, ibu harus membekali kalian dengan ilmu”. Dengan ucapan tersebut ibuku berjuang semampunya untuk membekali dengan menyekolahkan putra dan putri-putrinya untuk mengenyam pendidikan sarjana, kelak akan menjadi bekal dalam hidup dan kehidupannya.

Tahun 1983  aku duduk dibangku SMEA kelas satu, tiga tahun berjalan. Tahun demi tahun kujalani. Tiga tahun berjalan sudah kujalani aku mengambil jurusan tata usaha, kutekuni betul jurusan itu ketrampilan mengetik harus dikuasai oleh siswa jurusan tata usaha. Semua siswa jurusan tata usaha wajib memiliki sertifikat ketrampilan mengetik, aku bisa mengikuti ujian mengetik dengan predikat baik, dua kali aku mengikuti ujian tingkat satu dan tingkat dua, lulus keduanya dengan predikat baik. Perjuanganku sekolah bukan hal yang ringan, mengapa kukatakan demikian ? ibuk saat itu hanya guru sekolah dasan dengan gaji pas-pasan, beliau harus menyekolahkan waktu itu ketiga putrinya dibanku SMEA secara berurutan, kak Ucik dan aku duduk di kelas 2, sedangkan adikku duduk di kelas 1 betapa beban itu sangat berat untuk ibuku, karena bapakku hanya seorang buruh tani yang tidak punya lahan sendiri, sehingga ibukulah yang menanggung biaya pendidikan kami. Aku tak pantas mengeluh dengan keadaan ekonomi keluargaku, tapi aku berjanji dalam hatiku, aku harus bisa menunjukkan pada ibuku bahwa aku ingin menjadi kebanggaan orang tuaku. Ditahun 1986 aku lulus dengan predikat ranking dua jurusan tata usaha. Alhamdulillah perjuanganku dalam belajar tidak sia-sia.

Setelah lulus dari SMEA aku bingung untuk melangkah melihat ekonomi keluargaku. Ingin melanjutkan kasian ibuku, berjalan satu tahun aku memanfaatkan waktuku dengan mengikuti kursus menjahit, mimpiku biar nanti bisa meringankan beban ibuk. Kursusku berhenti ditengah jalan karena ada tetanggaku yang bekerja di luar kota menawarkan untuk ikut bekerja di tempatnya. Aku tertarik dengan tawarannya dan tepat di tahun baru aku ikut berangkat temanku untuk bekerja. Dan aku diluar kota ternyata aku melamar di toko sepatu diterima sebagai karyawan di situ. Dua tahun berjalan aku bekerja, yah ! karena anak muda kalau menerima gaji hanya habis untuk main- main dan beli-beli kebutuhan pribadi. Akhirnya ibuku mengambil keputusan, bahwa aku harus melanjutkan sekolah lagi agar kelak bisa menjadi bekal hidupku seperti yang pernah disampaikan pada anak-anaknya.

Alhamdulillah aku bisa mununjukkan pada ibuku, kutempuh pendidikan S1 tepat  waktu 4 tahun persis. Setelah lulus dari S1 aku mengabdi di sebuah lembaga SMPN selama 11 tahun lamanya. Allah tidak pernah tidak mengabulkan permohonan hambanya yang selalu meminta dan meminta, di akhir tahun kesebelas aku lolos menjadi ASN tempat aku mengabdi hingga sekarang. Terbuktilah kata – kata ibuku bekal ilmuku amat sangat bermanfaat untk bekal hidupku dan keluargaku.

Kini aku sangat merasakan apa yang pernah dirasakan ibuku dulu. Aku sangat bangga dengan ibuku, didikannya membuatku menjadi orang yang kuat mental, batin dalam ujian, kuat fisik. Teman – temanku sering menyebutku dengan kata Wonder women.

By : Dra. Tutik Jayaningtyas

SMPN 1 Beji Kabupaten Pasuruan

 

 

                                               

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIODATA PENULIS

                                            

    Nama                       : Dra. Tutik Jayaningtyas

    Agama         : Islam

    Alamat        : 1. Rumah : Desa Legok Rt. 06/Rw.02

                                          Kec. Gempol – Kab. Pasuruan

                                       2. Lembaga : SMPN 1 Beji

                                           Jalan Wicaksana No. 22 A Gununggangsir

                                           Kec. Beji – Kab. Pasuruan

  Jabatan di lembaga : Guru pengajar mata pelajaran Bahasa

Indonesia sejak tahun 1994 sampai sekarang.

  Motto pribadi            :   “Bila orang lain bisa Aku juga harus bisa”

Motto dalam bekerja “ Bekerja dengan hati ikhlas dan ikhlas maka allah akan memberkahi hasil kerja kita.

 

7

KENANGAN INDAH BERSAMA BUNDA

Penulis : Dra. Metrin Evivi, M.Pd

SMP NEGERI 41 Jakarta

 

Bunda walaupun jasadmu telah masuk ke bumi, kenangan indah bersamamu selama hidupku tak akan pernah terlupakan dan jasamu tidak bisa dibalas dengan apapun. Kasihmu sepanjang jalan, ridhomu merupakan ridho Ilahi Robbi. Syurga ada di bawah telapak kakimu Bunda. Rabbighfir lī, wa li wālidayya, warham humā kamā rabbayānī shaghīrā. Artinya: "Tuhanku, ampunilah dosaku dan (dosa) kedua orang tuaku. Sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangiku di waktu aku kecil." Semoga Allah menempatkan Bunda di tempat yang paling mulia dan kelak masuk syurgaNya Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Aamiin Ya Robbal ‘Aalamiin.

Sejak kecil pada waktu sekolah Taman Kanak-kanak semangat belajar saya bisa dikatakan tinggi. Di kantor kecamatan di desa saya ada radio RKPT namun saya lupa kepanjangannya. Setiap Jumat pagi anak-anak TK boleh mengisi acara dengan bernyanyi bersama dan bersajak. Jika sudah ada acara ini, pastinya saya yang akan berdiri paling depan menghadap mikropon. Ayah Bunda saya mendengarkan dari rumah. Setelah pulang ke rumah, Bunda pasti akan mengacungkan jempol dan akan berkata “hebat sekali”, atau “bagus sekali’ atau “hanya suara kamu saja yang terdengar di radio”. Saya senang dan hati ini berbunga-bunga. Terima kasih Bunda atas pujian ini.

Waktu saya sekolah di SD Negeri, Bunda rajin mendampingi saya belajar di malam hari. Saya bisa mengerjakan tugas sendiri namun dengan didampingi Bunda saya lebih semangat. Pulang dari sekolah formal di SD Negeri pada pukul 12, saya melanjutkan ke sekolah Madrasah Ibtidaiyah dengan memakai baju kurung. Jilbabnya dililit ke leher dan menutupi kepala. Yang memasang jilbab lilit pastilah Bunda saya karena beliau lulusan sekolah guru agama di Padang Panjang Sumatera Barat. Pulang dari madrasah pada pukul 16.00. Menjelang maghrib saya ke mesjid karena akan mengaji dengan guru ngaji sampai selesai sholat isya.

Saya selalu menjadi juara pertama di kelas dari kelas satu sampai kelas enam. Satu tahun bagi rapor sebanyak 3 kali karena sistemnya kuartalan artinya 4 bulan sekali. Setiap 4 bulan sekali saya ikut ke Jakarta menemani Ayah belanja barang yang akan dijual di toko kami. Saya diajak berlibur sekalian hadiah prestasi sekolah. Bunda selalu memberi semangat. Ayah pasti akan membelikan buku-buku soal tanya jawab materi semua mata pelajaran. Di rumah pasti Bunda yang memeriksa buku yang dibeli. Buku tersebut saya baca, setelah itu buku dipegang Bunda dan Bunda akan menanyakan soal-soal yang sudah saya baca. Aktifitas tanya jawab yang tidak akan pernah terlupakan sampai saat ini. Terima kasih Bunda telah memberikan kenangan yang manis dalam hidup saya.

Setiap hari Minggu sebelum subuh saya sudah bangun dan pergi ke mesjid karena ada kegiatan mengaji, baca sajak, pidato, jadi pembawa acara dan lain-lain bersama teman-teman mengaji. Bunda yang membangunkan saya dan menunggui sampai saya pergi ke mesjid yang tidak jauh dari rumah. Saya menghampiri guru ngaji ditemani BUnda dan pergi ke mesjid bersama guru ngaji. Bersyukur ada Bunda yang rutin membangunkan. Bunda rajin sholat tahajut dan selalu bangun di sepertiga malam.

 

Saya melanjutkan sekolah ke SMP Negeri di desa. Kelas satu masuk siang hari. Saya memakai tas merek Echolac yang dijual di toko kami, tas ini seperti koper kecil ada pegangan tangan untuk menenteng tas. Di kelas satu SMP saya juara umum lagi. Hadiah dari Ayah Bunda tentulah jalan-jalan ke Jakarta. Saya diajak ke pembukaan Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Fair, Taman Ria Senayan, dan Pasar Pagi Mangga Dua. Saya memilih baju, sandal, dan sepatu dengan hak yang rata. Sepatu baru saya pakai ke sekolah. Guru-guru saya tertarik dan akan ke toko kami membeli sepatu.

Ketika SMA, saya memilih sekolah ke kota ibukota provinsi Lampung. Saya memilih sekolah SMA Negeri favorit se Bandar Lampung. Alhamdulillah diterima. Saya tinggal di asrama khusus perempuan yang berbayar untuk anak-anak perempuan yang sekolah di SMP, SMA, dan SMK di Tanjung Karang dan Teluk Betung. Dua kota terbesar di Bandar Lampung. Sebelum berangkat ke asrama, Bunda sibuk mempersiapkan baju, makanan, segala peralatan yang diperlukan untuk di asrama. Setiap liburan semesteran saya pulang ke rumah. Di rumah segala makanan kesenangan saya dimasak Bunda dan selalu ditanyakan akan dimasakkan apa. Bunda memperlakukan saya agak istimewa tapi saudara-saudara saya memakluminya.

Tamat SMA saya melanjutkan kuliah ke Universitas Lampung. Hal yang sama dilakukan Bunda ketika saya akan berangkat ke tempat kos. Bunda menyiapkan makanan, kue-kue, makanan camilan, baju dan lain-lain. Ketika liburan semester saya pulang ke rumah. Bunda pasti memasak gulai ikan ditambahkan kentang dan melinjo berkulit hijau kesukaan saya. Begitu seterusnya sampai saya lulus kuliah menjadi sarjana.

Saya memberitahu Bunda akan menikah, Bunda sangat senang dan paling sibuk mempersiapkan segala sesuatu untuk acara pernikahan sampai resepsi. Saya yang bekerja di Jakarta hanya menyebutkan tanggal pernikahan kepada Bunda karena Ayah sudah meninggal dunia ketika saya kuliah semester ke-2. Saya tidak bisa mempersiapkan segala sesuatu di desa. Alhamdulillah semua bisa teratasi oleh Bunda dan kakak-kakak saya.

Saya sangat ingat ketika saya akan melahirkan anak pertama, dua minggu sebelum melahirkan Bunda datang ke rumah di Bekasi dari desa tempat tinggal Bunda. Anak saya lahir di rumah sakit swasta di Bekasi. Bunda rajin membesuk dan setelah tiga hari saya pulang membawa bayi dan dijemput suami dan Bunda. Bayi saya digendong Bunda di dalam mobil.

Di rumah, Bunda mengurus bayi saya. Memandikan, memberi minyak telon, mengurus tali pusar bayi, memasang gurita, memasang kaos kaki dan kaos tangan, dan memasang bedong bayi. Bayi tidur setelah dimandikan. Pagi sore Bunda memandikan bayi. Tak lupa Bunda memasak sayur daun katuk plus jagung muda untuk saya. Menurut Bunda agar air susu ibu lebih banyak.

Bunda betah di rumah saya, setelah 3 bulan lamanya mama mengurus bayi, Bunda pulang ke desa karena sudah rindu kampung halamannya. Saya sangat berterima kasih kepada Bunda yang telah mengurus bayi saya. Kalau tidak ada Bunda betapa repotnya saya mengurus bayi baru pertama kali walaupun di rumah ada asisten rumah tangga. ART hanya untuk memasak, ngepel, dan mencuci tidak untuk mengurus bayi.  

 

 

 

 

Profil Penulis :

Penulis bernama Dra. Metrin Evivi, M.Pd, lahir di Pesisir Barat Krui Lampung, 13 Februari 1968. Saat ini menjadi Kepala SMPN 41 Jakarta dan menjadi Sekolah Penggerak. Penulis tinggal di Jati Asih, Kota Bekasi. Alamat email evivi50@gmail.com.

Prestasi yang pernah diraih Pemenang I Guru Berprestasi Tingkat Kota Jakarta Selatan tahun 2015. Pemenang I Kepala SMP Berprestasi Tingkat Wilayah II  Kota Administrasi Jakarta Selatan tahun 2019. Pemenang I Kepala SMP Berprestasi Tingkat Provinsi  DKI Jakarta tahun 2020. Penulis soal Ujian Nasional di Pusat Penilaian Pendidikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Penulis soal Numerasi Asesmen Nasional di Pusat Asesmen Pendidikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Lulus cum laude Pasca Sarjana jurusan Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta tahun 2014. Mendapatkan short course di Victoria University Melbourne, Australia dari Kemdikbud RI tahun 2010. Instruktur Nasional Kurikulum 2013. Juri Nasional LOMOJARI Kemdikbud RI tahun 2014 - 2015

Buku yang pernah ditulis : Buku Antologi Syiar Pantun ber ISBN penerbit Kamila Press tahun 2021. Buku antologi Gerakan Literasi Digital Menuju Indonesia Emas, buku antologi Aku dan Anakku, buku antologi Aku dan Sahabatku, buku antologi Aku dan Sahabatku, dan buku antologi Kenangan Indah Bersama Bunda. Semua tahun 2022 ber ISBN penerbit Kamila Press. Penulis buku Smart UN pada penerbit Erlangga tahun 2018 – 2020. Penulis CD Smart UN pada penerbit Erlangga tahun 2018 – 2019.

Riwayat Organisasi : Pengurus MGMP Matematika SMP DKI Jakarta periode 2021 – 2024. Wakil Sekretaris Umum PGRI DKI Jakarta periode 2019 – 2023. Anggota pengurus Lembaga Kajian Kebijakan Pendidikan PGRI DKI Jakarta periode 2021-2024. Ketua PGRI Kecamatan Setiabudi periode 2016 – 2020. Ketua MGMP Matematika SMP JS2 periode 2016 – 2019.

Silahkan mampir di blog saya ruangselancarmetrin.blogspot.com. FB Metrin Evivi.

 

 

 

 

 

8

SEPENGGAL KISAH BERSAMA MAMA

            Aku memanggilnya mama. Mamaku bernama Karwi. Nama yang singkat dan sederhana seperti orangnya. Lahir di Kota Cilacap, tanggal 6 April 1960 di sebuah desa dekat pantai. Mamaku seorang wanita tangguh, si sulung dari tiga bersaudara. Semua saudaranya laki-laki, ia tak pernah mengenyam pendidikan tinggi. Hanya sampai sekolah menengah pertama. Pada saat itu, seorang perempuan bisa sekolah sampai SMP sudah anugerah yang luar biasa karena jarang seorang perempuan sekolah tinggi. Ada ucapan, "Buat apa sekolah tinggi, nanti akhirnya juga ngurusi dapur, sumur dan kasur", begitu kata orang-orang. Sedangkan adik-adiknya karena laki-laki bisa sekolah lebih tinggi, bahkan sampai Perguruan Tinggi.

            Kakek meninggal pada saat aku berumur 7 tahun. Saat itu paman-pamanku sedang menempuh pendidikan SMEA dan Pendidikan Akademi, jadi mamaku yang berjibaku, berjuang sekuat tenaga menyekolahkan adik-adiknya sampai selesai. Bahkan ketika pamanku menikah, mama masih memberikan bantuannya, sangat peduli bertanggung jawab terhadap adik-adiknya. Meski kami kelima anaknya yang masih kecil juga banyak membutuhkan biaya.

            Mama memiliki 5 anak perempuan. Anak pertama adalah aku, Feny Susanti S.Pd. Anak kedua Novia Ristiyani S.Pd., ketiga adalah Dina Ratna Sari, SE., yang keempat Diyah Riyanti S.P., dan yang terakhir Nanik Setiyani S.Pd. Alhamdulillah,semua anaknya bisa bergelar sarjana meskipun mama dan bapak hanya sekolah sampai SMP. Mama dan bapak dulu sering bercerita bahwa mereka tidak bisa sekolah tinggi karena tidak ada biaya, kalaupun ada juga ditentang oleh kakek dan nenek.

            Untuk menghidupi kelima anaknya, bapak bekerja sebagai satpam di sebuah PT. Gajinya sangat kecil, tidak cukup untuk biaya hidup sehari-hari. Oleh karena itu, mama berwirausaha menjual nasi rames di depan rumah. Kebetulan depan rumah ada dua garasi truk muatan aspal dan semen. Banyak sopir dan kondektur yang makan dan minum di warung mama.

            Karena aku sulung dari empat bersaudara, sejak kecil aku dididik untuk membantu di warung. Bangun pagi dari subuh harus mulai memotong sayuran, mencuci piring, membuat adonan gorengan mendoan, bakwan dan pisang goreng. Karena harus sekolah, pekerjaan yang tidak selesai, dilanjutkan mama sendirian sambil menggendong adik. Memang banyak makanan yang dijajakan. Tapi tak jarang kami makan nasi garam demi berhemat. Adik-adik yang masih kecil, tak jarang pula butuh perhatian yang membuatku harus ikut merawatnya.

            Jarak kelahiran kami, antara satu dengan lainnya adalah 4 tahun. Jadi, ketika SMP aku punya adik lagi. Karena malu dan tidak ingin punya adik banyak, sampai berhari-hari tidak mau melihat atau menyentuhnya. Tapi mama dengan sabar selalu menasihatiku. " Punya adik itu adalah rejeki dari Allah. Kalau kamu punya saudara banyak, maka semakin banyak berkah di keluarga kita " kata mama. Dan akhirnya sedikit demi sedikit mulai tumbuh rasa sayang kepada adik dan tidak mengacuhkannya lagi.

            Masa kecilku mungkin bisa dibilang tidak bahagia. Masa bermainku diisi dengan membantu mama di warung. Sehabis pulang sekolah, makan siang lalu membantu ibu melayani pembeli berjualan nasi rames. Terkadang jika adik rewel, akulah yang harus menjaga warung. Di waktu senggang kuisi dengan membaca buku atau mengerjakan PR sekolah. Sorakkan, teriakan, tawa kebahagiaan teman-teman yang sedang bermain kasti sangat menggoda untuk bergabung. Teman- teman juga sering mengajakku bermain. Dalam hati, ingin rasanya ikut bermain, tapi "Siapa lagi yang harus menunggu warung ini ?" batinku.

            Mama pun tahu kalau aku sangat ingin bermain. Lalu ia membolehkan bermain tapi dengan syarat adik-adikku diajak juga. Kadang hati dongkol, boleh main tapi dengan syarat. Daripada tidak bermain, akhirnya kuiyakan saja syarat dari mama. Saat itu adik- adik masih balita, waktu bermainku pun jadi tidak leluasa. Terkadang karena asyiknya bermain, tak jarang membuatku lupa dengan adikku. Adik pulang sendirian yang akhirnya membuat mama marah, tak jarang telingaku menjadi merah karena jeweran mama. Tapi semua memang karena kesalahanku sendiri.

            Selain menjadi satpan di sebuah PT, bapak juga punya kolam ikan gurameh dan lele. Dari hasil kolam itulah yang bisa menambah biaya sekolah. Tahun 1997, bapak harus operasi batu ginjal dan membutuhkan biaya banyak. Hasil kolam, uang tabungan mama, perhiasan emas gelang, kalung pun habis untuk biaya operasi bapak. Sedangkan aku ingin sekali melanjutkan sekolah ke Perguruan Tinggi. Aku menangis setiap hari memohon untuk bisa sekolah, tapi dalam hati juga tahu orang tuaku tidak punya biaya. Rasa sedih dilema antara keinginan menggapai cita-cita dan realita.

            Bapak dan mama adalah orang tua yang sangat baik. Mereka tahu rasanya ingin sekolah tapi tidak tercapai. Sama dengan perasaan mereka dahulu ketika mereka ingin sekolah. Akhirnya motor bapak dijual untuk mendaftar di sebuah Perguruan Tinggi. Alhamdulillah saat itu, aku mendapat beasiswa yang meringankan biaya kuliah. Kuambil D3 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Karena prestasiku, bapak dan mama memperbolehkan untuk melanjutkan S1. Begitu juga dengan adik-adik, akhirnya adik nomer satu dan dua bisa ikut kuliah juga. Meski di Perguruan Tinggi Swasta semua, tak menyurutkan mereka untuk menyekolahkan anak-anaknya.

            Tapi takdir berkata lain, tahun 2005, bapak sudah keluar masuk rumah sakit karena komplikasi penyakitnya. Mama bolak balik Jogja-Cilacap untuk mengantarkan bapak berobat ke Rumah Sakit Sarjito. Biaya pengobatan, sekolah dan kebutuhan sehari-hari pastilah sangat banyak. Sawah yang memberikan hasil padinya untuk dimakan, harus direlakan dijual demi biaya berobat dan sekolah. Mama tidak pernah mengeluh atau mengendurkan semangat kami untuk menyelesaikan sekolah. Kadang kami sendiri yang tidak tega, sampai ingin Drop Out. Tapi mama selalu memberi dorongan agar terus maju jangan berhenti. Bapak pun sampai memperbolehkan menjual tanah atau kolamnya demi pendidikan anaknya.

            Bapak akhirnya meninggal dunia di tahun 2006, kesedihan mama dan kelima anaknya ditinggalkan menghadap Yang Maha Kuasa. Allah lebih mencintai bapak melebihi kami. Mungkin itu yang terbaik dari Allah setelah sekian lama bapak berjuang dengan sakit gagal ginjal. Setelah  kepergian bapak, mama fokus mencari nafkah untuk membiayai kuliah adik-adikku. Saat itu aku sudah bekerja menjadi seorang guru honorer di sekolah swasta, sedikit bisa meringankan beban mama.

            Sampai akhirnya adik yang terakhir bisa lulus dari Perguruan Tinggi. Rasa bahagia yang terpancar dari wajah mama. Senang yang tak terhingga akhirnya bisa menuntaskan kelima anaknya menjadi sarjana. Mama memilih untuk setia kepada almarhum bapak. Mama menutup hati untuk laki-laki yang ingin meminangnya. Ia ingin menjadi pasangan bapak di dunia maupun di akhirat. Membaktikan diri untuk fokus dengan keluarga yang akhirnya mengesampingkan kebahagiaan diri mama sendiri.

            Setelah aku menikah dan menjadi ibu, banyak sekali pengalaman masa kecil yang bisa dipakai. Mengapa mama begitu disiplin, mengapa mama mengajariku bekerja keras, semuanya akhirnya membuahkan hasil. Bisa mewujudkan impian dari hasil jerih payah sendiri. Kata-kata mama ketika kelahiran adikku juga memang benar. Ketika punya saudara banyak, saling rukun, peduli dan saling menyayangi adalah anugerah dari Allah.

            Mama menyembunyikan kesedihan bahkan penyakitnya dari kami. Mama selalu menunjukkan senyum dan jarang mengeluh ketika sakit. Padahal dokter seringkali menasihati untuk kontrol rutin atau dirawat di Rumah sakit. Tapi ia sering menolak karena tidak ingin merepotkan atau membuat kami khawatir. Sampai akhirnya, ketika mama tidak kuat, barulah ia mau untuk dirawat di Rumah Sakit. Mama menyusul bapak di tahun 2020, diusianya yang ke 60. Mama meninggal ketika semua anak-anaknya sudah lulus kuliah dan menjadi sarjana, meninggalkan kami ketika anak-anaknya sudah memiliki pasangan hidup dan bisa hidup mandiri.

            Banyak tetangga yang terinspirasi dengan perjuangan dan kehebatan mama mendidik kelima putrinya. Pendidikan yang dipandang tidak penting, sekarang menjadi sangat penting. Lulusan sarjana perempuan yang dulunya langka, sekarang menjadi bertambah jumlahnya. Padahal sebelumnya, anak perempuan hanya lulus SMP atau SMK selanjutnya menjadi buruh pabrik di luar kota atau menjadi TKW di luar negeri. Kini, mulai bertambah banyak yang menyekolahkan anak putrinya hingga Perguruan Tinggi. Tidak ada lagi ucapan perempuan hanya mengurusi, dapur, sumur, dan kasur. Pola pikir masyarakat sekarang sudah berubah, terutama ketika kami menjadi contoh kesuksesan pentingnya pendidikan meski seorang perempuan.

            Mama telah melihat dan merasakan jerih payah anak-anaknya, meski itu tidak berlangsung lama. Ingin rasanya kami berlama-lama membahagiakan mama. Bercerita, tertawa, bercanda bersama anak dan cucu. Sekarang mama sudah bertemu dan damai bersama bapak di sisi Allah. Hanya lantunan doa dari kami, anak-anakmu yang tidak akan  putus setiap harinya untuk kalian. Al Fatihah ...

رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِيْ صَغِيْرَا

Rabbighfir lī, wa li wālidayya, warham humā kamā rabbayānī shaghīrā.

Ya Tuhanku, ampunilah dosaku dan (dosa) kedua orang tuaku. Sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangiku di waktu aku kecil.

 

 

 

 

Feny Susanti, S.Pd, lahir di Cilacap, pada tanggal 29 November 1980. Menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Mertasinga V tahun 1992. Melanjutkan pendidikan di SMPN II Kesugihan tahun 1995. Selanjutnya menempuh pendidikan di SMAN II Cilacap dan selesai tahun 1998. Penulis menyelesaikan pendidikan D3 dan S1 pada program Pendidikan Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Ahmad Dahlan tahun 2006. Menjalani karir sebagai guru kelas di SD Muhammadiyah Karangkajen 1 dari tahun 2001 - 2018, kemudian menjadi guru kelas di SD Muhammadiyah 1 Wonopeti  dari 2018 hingga sekarang. Memiliki hobi berkebun dan menulis. Buku antologi yang pernah ditulis : Catatan Perjuangan  (2021), Melati di Taman Hati (2021).

Penulis bisa dihubungi melalui :

Email     : susantifeny@gmail.com

FB           : Feny Susanti

Blog       : susantifeny.blogspot.com

Wa         : 087722209663